Home » » Gempa Wonosobo Tahun 1925 : Lebih Dari Seribu Orang Meninggal

Gempa Wonosobo Tahun 1925 : Lebih Dari Seribu Orang Meninggal

Written By el_mlipaki on Rabu, 05 Februari 2014 | 16.23

Di awal penghujung tahun 2014 ini Indonesia kembali berduka dengan berbagai bencana alam lintas daerah yang tidak sedikit memakan korban jiwa dan harta. Terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi, namun menjadi kisah yang edukatif jika kita kembali membuka sejarah Indonesia yang sebenarnya tak pernah sepi dari bencana alam seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, dll. Termasuk gempa yang menimpa Kabupaten Wonosobo di tahun 1925 yang telah menelan korban ribuan korban jiwa. Dan ironisnya,
sangat sedikit masyarakat Wonosobo dan peminat sejarah yang mengetahui kejadian yang sangat memilukan dan menjadi Top News di era Hindia Belanda Tahun 1924 – 1925. Alam Wonosobo yang selama ini dikenal ramah dengan penduduknya, luluh lantak akibat gempa di Tahun 1924.   

Dalam sebuah terbitan Majalah Lama Berbahasa Belanda “Indie” yang terbit pada Tanggal 7 Januari Tahun 1925, disebutkan secara dramatis kejadian bencana gempa di Wonosobo kurang lebih sebagai berikut : “Wilayah Wonosobo di Hindia Belanda dikejutkan oleh teriakan melengking kesakitan dari masyarakat yang semula hidup bahagia berubah menjadi kemalangan , kesusahan dan kemiskinan. Dalam beberapa hari dan beberapa malam semua yang mereka miliki dan sayangi, hilang, sehingga kesedihan dan keputusasaan telah mencengkeram hati mereka. Di daerah padat penduduk, cengkeraman bencana alam tanpa henti. Rumah hancur, ternak mati dan melarikan diri, hingga celah-celah akibat bencana menelan manusia, hewan, dan desa. Kampung atau jurang runtuh secara ajaib dikepung oleh gempa bumi dalam hitungan detik, sementara banjir melanda. Pemandangan daerah yang padat bangunan rusak. Ya , saat kita menulis ini , itu sudah dihitung lebih dari seribu orang mati. “
 Bangunan di masa kolonial yang nyaris runtuh di WonosoboTahun 1925 (foto : Tropen Museum Holand) 

Dramatisasi kejadian gempa di Wonosobo ini sebenarnya tidaklah berlebihan, salah seorang politisi Hindia Belanda Mr Wijnkoops dalam rapat interpelasi Pemerintah Hindia Belanda pertemuan ke 39 Tanggal 17 Desember 1924, menyatakan dalam sela orasi politiknya : “Saya ingin berbicara tentang bencana yang terjadi di Wonosobo yang saat ini menjadi bahan pembicaraan, dengan gempa bumi yang mengerikan kawasan yang indah di bagian dari Jawa Tengah ini telah hancur. Saya mengucapkan bela sungkawa dan berusaha memberikan suatu yang lebih untuk daerah yang indah tersebut. Saya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi disana.” 

Rumah penduduk di Wonosobo yang ambruk karena gempa Tahun 1925 (foto : Tropen Museum Holand) 

Gempa terjadi dimulai pada hari Minggu 9 November 1924. Terdapat 5 guncangan dimana 3 guncangan terasa begitu keras sehingga penduduk yang mempunyai rumah yang terbuat dari batu meninggalkan tempat. Rabu, 12 November 1924 terasa dua guncangan kuat di sore hari yang menyebabkan kerusakan sangat serius. Gempa berlangsung 10 menit dengan guncangan yang keras dan bergelombang dari arah utara disertai suara yang bergemuruh. Minggu, 16 November 1924 gempa kembali mengguncang cukup kuat. Pusat gempa, 4 KM BL dari pusat Kota Wonosobo, telah menyebabkan fragmentasi dan pergeseran lapisan tanah. 

Beberapa daerah yang disebut terkena dampak terparah adalah kampung Kali Tiloe, Pagetan, Salam, dan Larang yang terseret runtuhnya tanah. Sedangkan dampaknya mencapai daerah Wonoroto dari utara ke selatan dari pusat gempa. Banyak kampung mengalami kerusakan yang sangat parah (Indie, hlm 331). Lalu apakah yang menyebabkan gempa mengerikan ini? Pada waktu itu tidak ada aktifitas vulkanik yang terekam. Getaran gempa ini murni gempa tektonik. Banyaknya tanah yang bergerak dalam gempa ini adalah hasil dari situasi geologi yang aneh . Kondisi ini diperparah dengan adanya lumpur yang masuk ke Sungai Serajou (Serayu) dan Sungai Prengae (?) akibat gempa dan hujan lebat yang turun sedemikian besar pada waktu itu, membuat air menaik dan menimbulkan banjir besar yang menghancurkan banyak jembatan sehingga Wonosobo terputus jalur komunikasi dan transportasi. Begitu dasyatnya penderitaan penduduk Wonosobo pada saat itu yang sebelumnya telah didera kemiskinan akibat kolonialisme ditambah dengan deraan gempa dan banjir besar yang mengikutinya. 


Sebuah bukit di Wonosobo yang runtuh karena pergeseran tanah akibat gempa bumi Tahun 1925 (foto : Tropen Museum Holand)

Gempa yang terjadi tidak hanya menghancurkan wilayah pedesaan saja namun juga meluluh lantakan bangunan-bangunan kokoh di pusat kota. Beberapa bangunan kolonial ambruk bahkan Hotel Dieng (Hotel Kresna sekarang) hancur. Beberapa bangunan lain yang masih berdiri mengalami kerusakan yang sangat parah. 



Hotel Dieng (Hotel Kresna sekarang) mengalami kerusakan berat akibat gempa Tahun 1925. (foto : Tropen Museum Holand) 

Bantuan dari berbagai pihak mengalir ke Wonosobo setidaknya ini dibuktikan dengan adanya salah satu pagelaran tinju di Surabaya pada Tanggal 4 Januari 1925 yang disponsori oleh warga keturunan Tionghoa dimana hasil penjualan tiket disumbangkan untuk korban gempa bumi di Wonosobo (A.S. Marcus,2002). Kejadian gempa yang menghancurkan memang telah lama berlalu. Seiring dengan lajunya jaman, cerita dan sejarah tentang kejadian ini seperti hilang tidak berbekas. Namun dengan terangkat kembali cerita sejarah yang hilang ini diharapkan masyarakat Wonosobo yang hidup di era modern ini untuk kembali berintrospeksi mengukur bagaiman kita bersyukur dan lebih bersahabat dengan alam. Semoga tidak terjadi bencana yang mematikan seperti Tahun 1925 di jaman modern ini. (Penelitian literatur oleh Bimo Sasongko - Staf Perpustakaan Kab. Wonosobo) Jatiningjati.com


Daftar Pustaka :
1.      Indie, Eillustreerd Indschrift Voor Nederland En Kolonien , N.V. Boekhandel En Drukkerij G. Kolff & Co., Weltevreden, Nederlandsch Oost-Indie: No. 21 7 Januari 1925 PERTEMUAN ke-39. - 17 Desember 1924. 4. 

2. Adopsi Anggaran SCH Hindia Belanda sebelum 1925. - Interpelasi "Wijnkoops. http://resourcessgd.kb.nl/SGD/19241925/PDF/SGD_19241925_0000006.pdf 

3.   De Aardbevingen van Wonosobo op 12 November en 2 December 1924. Door Ir. N.J.M. Taverne. En De Aardbeving van Maos op 15 Mei 1923. 

4.    Door Dr. Ch. E. Stehn. A.S. Marcus, Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia Jilid 1,2002, Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta.

Foto : Troppen Museum Holand


Note : Artikel ini diambil dari tulisan Bimo Sasongko, pemerhati sejarah Wonosobo. Link tulisan aslinya bisa dilihat di : http://www.jatiningjati.com/2014/02/sangat-sedikit-masyarakat-wonosobo-dan.html
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi