Home » » ASAL USUL BAJU KOKO

ASAL USUL BAJU KOKO

Written By el_mlipaki on Rabu, 20 Juni 2012 | 10.30

Menurut sejarawan JJ. Rizal, baju koko itu berasal dari baju tui-khim. “Itu baju harian cokin, diadopsi oleh macam-macam suku bangsa di Nusantara. Ingat baju Teluk Belanga (pakaian adat pria Kepulauan Riau-Red), itu juga hasil modifikasi dari tui-khim. Jadi, modifikasi tui-khim ada kaitannya dengan Islam di tanah Melayu. Baju koko sendiri saya rasa itu diadopsi dari masyarakat Tionghoa, karena ada konsep tanpa kancing, atau paling banter bungsel pala capung,” kata Rizal seperti dikutip Majalah Historia Online.
Sementara itu, menurut pengamat budaya Tionghoa peranakan, David Kwa seperti dikutip Pradaningrum Mijarto dalam “Tui-Khim dan Celana Komprang Berganti Jas dan Pantalon,” di kalangan warga Betawi, tui-khimtikim. “Baju ini seperti baju koko, bukaan di tengah dengan lima kancing. Padanannya, celana batik. Untuk acara khusus dikenal thng-sa (baju panjang), sepanjang mata kaki. Hingga awal abad ke-20 pria Tionghoa di Indonesia masih menggunakan kostum tui-khim dan celana komprang (longgar) untuk sehari-hari,” kata David Kwa. Juga dipakai dan dikenal dengan sebutan baju. Bagaimana ceritanya tui-khim menjadi baju koko? Menurut Remy Sylado, karena yang memakai tui-khim itu engkoh-engkoh –sebutan umum bagi lelaki Cina– maka baju ini pun disebut baju engkoh-engkoh. “Dieja bahasa Indonesia sekarang menjadi baju koko,” kata Remy dalam novelnya Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah. Menurut David Kwa, sejak berdirinya Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) atau Perhimpunan Tionghoa –perhimpunan modern pertama di Hindia Belanda pada tahun 1900; kemudian runtuhnya Dinasti Cheng (Mancu) pada tahun 1911; serta makin banyaknya pria Cina yang diperbolehkan menggunakan pakaian Belanda setelah mengajukan gelijkstelling (persamaan hak dengan warga Eropa), baju tui-khim, celana komprang, dan thng-sa mulai ditanggalkan oleh orang-orang Cina sendiri dan berganti dengan pakaian gaya Eropa atau Belanda, kemeja, pantalon, dan jas buka serta jas tutup. Baju koko terkadang suka disamakan dengan “baju takwa”, padahal berbeda. “Baju takwa” tidak diadopsi dari pakaian thui-kim, tapi hasil modifikasi dari baju tradisional Jawa, yaitu Surjan. Surjan merupakan salahsatu pakaian adat Jawa yang khusus dipakai pria sehari-hari. Pakaian jenis ini bisa dipakai untuk menghadiri upacara-upacara resmi adat Jawa dengan dilengkapi blangkon dan bebetan. “Surjan berasal dari kata Su dan ja, yaitu nglungsur wonten jaja (meluncur melalui dada), sehingga bentuk depan dan belakang panjang,” tulis AM. Hidayati dalam Album Pakaian Tradisional Yogyakarta. Adalah Sunan Kalijaga yang kali pertama memodifikasi surjan menjadi “baju takwa”. Dari sembilan wali, hanya dia yang pakaiannya beda. Menurut Achmad Chodjim, Sunan Kalijaga tidak menggunakan jubah dan sorban. Tapi merancang sendiri bajunya yang disebut “baju takwa”. Yaitu, baju jas model Jawa dengan kerah tegak dan lengan panjang. “Sunan menciptakan baju yang disebut ‘baju takwa’. Surjan Jawa yang semula lengan baju pendek, diganti dengan lengan panjang. Dengan kreasi semacam inilah Sunan mengajarkan Islam tanpa menimbulkan konflik di masyarakat,” tulis Achmad Chodjim dalam bukunya. Namanya saja “baju takwa” pasti disimbolisasikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Menurut M. Jandra dalam Perangkat/Alat-alat dan Pakaian serta Makna Simbolis Upacara Keagamaan di Lingkungan Keraton Yogyakarta, “baju takwa” pada lehernya terdapat tiga kancing yang melambangkan Iman, Ikhsan dan Islam. Tiga kancing yang terdapat pada bahu kanan dan bahu kiri melambangkan dua kalimat sahadat. Enam kancing yang terdapat pada kedua lengan kiri dan kanan melambangkan rukun Iman. Dan lima kancing depan melambangkan rukun Islam.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi