Di awal penghujung tahun 2014 ini Indonesia
kembali berduka dengan berbagai bencana alam lintas daerah yang tidak sedikit
memakan korban jiwa dan harta. Terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi,
namun menjadi kisah yang edukatif jika kita kembali membuka sejarah Indonesia
yang sebenarnya tak pernah sepi dari bencana alam seperti banjir, tanah
longsor, gempa bumi, dll. Termasuk gempa yang menimpa Kabupaten Wonosobo di
tahun 1925 yang telah menelan korban ribuan korban jiwa. Dan ironisnya,
sangat sedikit masyarakat Wonosobo dan peminat sejarah yang mengetahui kejadian yang sangat memilukan dan menjadi Top News di era Hindia Belanda Tahun 1924 – 1925. Alam Wonosobo yang selama ini dikenal ramah dengan penduduknya, luluh lantak akibat gempa di Tahun 1924.
sangat sedikit masyarakat Wonosobo dan peminat sejarah yang mengetahui kejadian yang sangat memilukan dan menjadi Top News di era Hindia Belanda Tahun 1924 – 1925. Alam Wonosobo yang selama ini dikenal ramah dengan penduduknya, luluh lantak akibat gempa di Tahun 1924.
Dalam
sebuah terbitan Majalah Lama Berbahasa Belanda “Indie” yang terbit pada Tanggal
7 Januari Tahun 1925, disebutkan secara dramatis kejadian bencana gempa di
Wonosobo kurang lebih sebagai berikut : “Wilayah Wonosobo di Hindia Belanda
dikejutkan oleh teriakan melengking kesakitan dari masyarakat yang semula hidup
bahagia berubah menjadi kemalangan , kesusahan dan kemiskinan. Dalam beberapa
hari dan beberapa malam semua yang mereka miliki dan sayangi, hilang, sehingga
kesedihan dan keputusasaan telah mencengkeram hati mereka. Di daerah padat
penduduk, cengkeraman bencana alam tanpa henti. Rumah hancur, ternak mati dan
melarikan diri, hingga celah-celah akibat bencana menelan manusia, hewan, dan
desa. Kampung atau jurang runtuh secara ajaib dikepung oleh gempa bumi dalam
hitungan detik, sementara banjir melanda. Pemandangan daerah yang padat
bangunan rusak. Ya , saat kita menulis ini , itu sudah dihitung lebih dari
seribu orang mati. “
Dramatisasi
kejadian gempa di Wonosobo ini sebenarnya tidaklah berlebihan, salah seorang
politisi Hindia Belanda Mr Wijnkoops dalam rapat interpelasi Pemerintah Hindia
Belanda pertemuan ke 39 Tanggal 17 Desember 1924, menyatakan dalam sela orasi
politiknya : “Saya ingin berbicara tentang bencana yang terjadi di Wonosobo
yang saat ini menjadi bahan pembicaraan, dengan gempa bumi yang mengerikan
kawasan yang indah di bagian dari Jawa Tengah ini telah hancur. Saya mengucapkan
bela sungkawa dan berusaha memberikan suatu yang lebih untuk daerah yang indah
tersebut. Saya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi disana.”
Gempa
terjadi dimulai pada hari Minggu 9 November 1924. Terdapat 5 guncangan dimana 3
guncangan terasa begitu keras sehingga penduduk yang mempunyai rumah yang
terbuat dari batu meninggalkan tempat. Rabu, 12 November 1924 terasa dua
guncangan kuat di sore hari yang menyebabkan kerusakan sangat serius. Gempa
berlangsung 10 menit dengan guncangan yang keras dan bergelombang dari arah
utara disertai suara yang bergemuruh. Minggu, 16 November 1924 gempa kembali
mengguncang cukup kuat. Pusat gempa, 4 KM BL dari pusat Kota Wonosobo, telah
menyebabkan fragmentasi dan pergeseran lapisan tanah.
Beberapa
daerah yang disebut terkena dampak terparah adalah kampung Kali Tiloe, Pagetan,
Salam, dan Larang yang terseret runtuhnya tanah. Sedangkan dampaknya mencapai
daerah Wonoroto dari utara ke selatan dari pusat gempa. Banyak kampung
mengalami kerusakan yang sangat parah (Indie, hlm 331). Lalu apakah yang
menyebabkan gempa mengerikan ini? Pada waktu itu tidak ada aktifitas vulkanik
yang terekam. Getaran gempa ini murni gempa tektonik. Banyaknya tanah yang
bergerak dalam gempa ini adalah hasil dari situasi geologi yang aneh . Kondisi
ini diperparah dengan adanya lumpur yang masuk ke Sungai Serajou (Serayu) dan
Sungai Prengae (?) akibat gempa dan hujan lebat yang turun sedemikian besar
pada waktu itu, membuat air menaik dan menimbulkan banjir besar yang
menghancurkan banyak jembatan sehingga Wonosobo terputus jalur komunikasi dan
transportasi. Begitu dasyatnya penderitaan penduduk Wonosobo pada saat itu yang
sebelumnya telah didera kemiskinan akibat kolonialisme ditambah dengan deraan
gempa dan banjir besar yang mengikutinya.
Sebuah bukit di Wonosobo yang runtuh karena
pergeseran tanah akibat gempa bumi Tahun 1925 (foto : Tropen Museum Holand)
Gempa yang
terjadi tidak hanya menghancurkan wilayah pedesaan saja namun juga meluluh
lantakan bangunan-bangunan kokoh di pusat kota. Beberapa bangunan kolonial
ambruk bahkan Hotel Dieng (Hotel Kresna sekarang) hancur. Beberapa bangunan
lain yang masih berdiri mengalami kerusakan yang sangat parah.
Hotel Dieng (Hotel Kresna sekarang) mengalami
kerusakan berat akibat gempa Tahun 1925. (foto : Tropen Museum Holand)
Bantuan
dari berbagai pihak mengalir ke Wonosobo setidaknya ini dibuktikan dengan
adanya salah satu pagelaran tinju di Surabaya pada Tanggal 4 Januari 1925 yang
disponsori oleh warga keturunan Tionghoa dimana hasil penjualan tiket
disumbangkan untuk korban gempa bumi di Wonosobo (A.S. Marcus,2002). Kejadian
gempa yang menghancurkan memang telah lama berlalu. Seiring dengan lajunya
jaman, cerita dan sejarah tentang kejadian ini seperti hilang tidak berbekas.
Namun dengan terangkat kembali cerita sejarah yang hilang ini diharapkan
masyarakat Wonosobo yang hidup di era modern ini untuk kembali berintrospeksi
mengukur bagaiman kita bersyukur dan lebih bersahabat dengan alam. Semoga tidak
terjadi bencana yang mematikan seperti Tahun 1925 di jaman modern ini. (Penelitian
literatur oleh Bimo Sasongko - Staf Perpustakaan Kab. Wonosobo) Jatiningjati.com
Daftar Pustaka :
1.
Indie, Eillustreerd Indschrift Voor Nederland
En Kolonien , N.V. Boekhandel En Drukkerij G. Kolff & Co., Weltevreden,
Nederlandsch Oost-Indie: No. 21 7 Januari 1925 PERTEMUAN ke-39. - 17 Desember
1924. 4.
2. Adopsi Anggaran SCH Hindia Belanda sebelum
1925. - Interpelasi "Wijnkoops.
http://resourcessgd.kb.nl/SGD/19241925/PDF/SGD_19241925_0000006.pdf
3. De Aardbevingen van Wonosobo op 12 November
en 2 December 1924. Door Ir. N.J.M. Taverne. En De Aardbeving van Maos op 15
Mei 1923.
4. Door Dr. Ch. E. Stehn. A.S. Marcus,
Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia Jilid 1,2002, Kepustakaan
Populer Gramedia. Jakarta.
Foto : Troppen Museum Holand
Note : Artikel ini diambil dari tulisan Bimo
Sasongko, pemerhati sejarah Wonosobo. Link tulisan aslinya bisa dilihat di : http://www.jatiningjati.com/2014/02/sangat-sedikit-masyarakat-wonosobo-dan.html
0 komentar:
Posting Komentar