Indonesia kembali berduka kehilangan salah satu ulama saleh
yang dikagumi banyak pihak karena kesederhanaan dan luasnya pengetahuannya
serta kehati-hatinnya dalam bersikap, berikut adalah rekam jejak beliau selama ini seperti yang dilansir oleh republika online . Kyai Sahal terlahir dengan nama Muhammad Ahmad Sahal bin
Mahfudz bin Abd Salam Alhajaini dari pasangan Kyai Mahfudz bin Abd Salam
Alhafidz dan Hj Badi’ah. Ia lahir di Desa Kajen, Margoyoso Pati pada tanggal 17
Desember 1937. Kyai Sahal merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.
Dari lahir, ia sudah hidup di pesantren, dibesarkan dalam
lingkungan pesantren dan mengabdi di pesantren. Pada tahun 1968 Kyai Sahal
menikah dengan Hj Nafisah binti KH Abdul Fatah Hasyim, Pengasuh Pesantren
Fathimiyah Tambak Beras Jombang dan memiliki putra bernama Abdul Ghofar Rozin.
Dedikasinya kepada pesantren, masyarakat, dan ilmu fikih
tidak pernah diragukan. Ia menguatkan tradisi dengan ketundukan mutlak pada
ketentuan hukum dalam kitab-kitab fiqih ditambah keserasian dengan akhlak yang
diajarkan dari ulama tradisional. Dalam istilah pesantren semangat tafaqquh
(memperdalam pengetahuan hukum agama) dan semangat tawarru’ (bermoral luhur).
Minat baca Kyai Sahal sangat tinggi. Terbukti beliau punya
koleksi 1.800 buku di rumahnya. Meskipun orang pesantren, bacaannya cukup
beragam seperti tentang psikologi hingga novel detektif. Alhasil, belum genap
berusia 40 tahun, dirinya telah menunjukkan kepintarannya dalam forum fiqih.
Dan pada berbagai sidang Bahtsu Al-Masail tiga bulanan yang diadakan Syuriah NU
Jawa Tengah, beliau sudah aktif di dalamnya.
Kyai Sahal adalah pemimpin Pesantren Maslakul Huda Putra
sejak tahun 1963. Pesantren di Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, ini
didirikan oleh ayahnya, KH Mahfudz Salam, tahun 1910. Sebagai pemimpin
pesantren, Kyai Sahal dikenal sebagai pendobrak pemikiran tradisional di
kalangan NU. Sikapnya yang menonjol ialah mendorong kemandirian dengan
memajukan kehidupan masyarakat di sekitar pesantrennya melalui pengembangan
pendidikan, ekonomi dan kesehatan.
Ia pun pernah bergabung dengan sejumlah institusi salahs
satunya yang bergerak dalam bidang pendidikan, yaitu menjadi anggota BPPN3
selama dua periode dari tahun 1993-2003.
Ia juga pernah dianugerahi gelar Doktor Kehormatan (Doctor
Honoris Causa) dalam bidang pengembangan ilmu fiqh serta pengembangan pesantren
dan masyarakat pada 18 Juni 2003 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam organisasi Kyai Sahal pernah menjabat sebagai Rais Aam
Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1999-2009), Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI) masa bakti 2000-2010, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI)
masa bakti 2005-2010. Pada 26 November 1999, untuk pertama kalinya dia
dipercaya menjadi Rais Aam Syuriah PB NU, mengetuai lembaga yang menentukan
arah dan kebijaksanaan organisasi kemasyarakatan yang beranggotakan lebih 30
juta orang itu.
KH Sahal yang sebelumnya selama 10 tahun memimpin Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah, juga didaulat menjadi Ketua Umum
Dewan Pimpinan MUI pada Juni 2000 sampai tahun 2005. Selain jabatan-jabatan
diatas, jabatan lain yang sekarang masih diemban oleh beliau adalah sebagai
Rektor INISNU Jepara, Jawa Tengah (1989-sekarang) dan pengasuh Pengasuh Pondok
Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati (1963 - Sekarang).
Meninggalnya ulama sebagai musibah
Rasulullah Saw yang menegaskan ulama sebagai penerusnya, juga
menegaskan wafatnya para ulama
sebagai musibah. Rasulullah bersabda: “Meninggalnya ulama adalah musibah
yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya
ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya
daripada meninggalnya satu orang ulama” (HR Thabrani).
Dan menurut keluarga, KH. Sahal Mahfudz akan dikebumikan hari
ini pukul 09.00 pagi ini di Kajen, Pati. Al-Fatihah..." demikian tweet akun
resmi NU @NU_Online.
0 komentar:
Posting Komentar