Banjir Sepanjang Tahun
Saat musim kemarau saja
tidak pernah kering apalagi saat musim hujan tiba, di mana Semarang (kota
bawah) merupakan langganan banjir. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kondisi penghuninya.
Ribuan rumah yang tersebar di kecamatan
Semarang Utara, Timur, Genuk, Barat dan Tugu saat ini menjadi langganan rob (air
pasang naik), dimana kondisi seperti ini sangat mengganggu aktivitas masyarakat
lantaran bau busuk dan menyebabkan gatal-gatal dan bau busuk.
Dari beberapa pantauan menyebutkan sejumlah kampung seperti di Bandarharjo, Petek, Tambra,
Layur, Dadapsari, Cilosari, Sporland, dan masih banyak lagi sepanjang tahun air
rob selalu naik dengan ketinggian air mencapai 20-30 cm.
“Rob akan terus naik hingga malam
dan dini hari nanti. Biasanya rob datang sekitar jam satu siang. Air terus naik
sampai besoknya, baru jam 06.00 mulai surut," ungkap Sukarjan, warga
Tikung Baru.
Ironisnya, meskipun surut kondisi
perkampungan tersebut tidak lantas kering. Pasalnya beberapa jam kemudian rob
datang lagi. Guna mensiasati kondisi seperti ini banyak warga (yang mampu
tentunya) berusaha meninggikan jalan atau rumah-rumah mereka sendiri, meski hal
itu tak banyak menolong.
Ketika SELARAS ‘blusukan’ ke
kampung-kampung banyak dijumpai rumah kosong yang tenggelam, hanya menyisakan
atap dan tembok yang keutuhannya tinggal 10 persen saja atau hilang sama sekali.
Kalau tidak, bagi penghuni yang tidak mampu meninggikan, dengan sangat terpaksa
harus berkutat di dalam rumah yang tak pernah kering.
“Kami setiap hari terpaksa
memakai sepatu boat ini mas, kalau tidak kaki kami akan gatal-gatal dan
rangen.” ujar mbok Sayem, warga Cilosari dengan nada memelas.
Bukan hanya rumah perkampungan,
tapi bangunan-bangunan bekas perkantoran pun banyak yang mangkrak dan semakin
tenggelam. Misalnya Stasiun Semarang Gudang, kantor bekas Terminal Petikemas,
Balai Yasa milik PT KAI, gudang-gudang di areal Pelabuhan Kalibaru dan masih
banyak lagi yang terhampar di sepanjang Jl. Ronggowarsito, Usman Janatin,
Kalibaru, Empu Tantular dan sebagian pesisir semarang. Yang lebih parah lagi,
beberapa lembaga pendidikan yang terpaksa harus tutup lantaran terendam air
sepanjang tahun, sementara tidak ada anggaran untuk meninggikan.
Semarang Riwayatmu Dulu
Saat pertama kali Made Pandan (bupati
pertama yang bergelar Ki Ageng
Pandanaran I) membuka
Semarang, daerah
ini masih berupa rawa dan endapan
lumpur. Seiring makin banyaknya penghuni, kota ini berkembang pesat menjadi pusat perdagangan.
Melihat pasar yang menjanjikan, pada tanggal 16 Juni
1864 pemerintah kolonial Belanda menunjuk Nederlandsch Indische Spoorweg
Maatschappij (NIS) untuk membangun stasiun Tambaksari (Semarang Gudang).
Stasiun pertama di Indonesia yang terletak di tepi pelabuhan (sekarang di
kelurahan Kemijen, ujung jalan Ronggowarsito) ini menghubungkan jalur sepanjang
25 km dari Semarang-Alasto-Tanggung. Gunanya untuk memudahkan transportasi hasil bumi dari
pedalaman ke pelabuhan.
Sejak itu laju pertumbuhan ekonomi semakin
menggeliat dan Semarang tercatat sebagai kota pengekspor gula terbesar di dunia
setelah Kuba. Pada tahun 1872 Belanda kembali membangun pelabuhan baru bernama Nieuwe Havenkanaal (Kali Baroe), mercusuar
Willem 3 (satu-satunya yang ada di Jawa Tengah), kanal-kanal agar kapal bisa
masuk ke tengah kota serta sarana penunjang lainnya. Diantaranya Balai Yasa
(bengkel loko dan gerbong kereta), jembatan gantung Kalibaru (jembatan yang
bisa dibuka tutup setiap ada kapal lewat), perkantoran (yang lebih dikenal
dengan Kawasan Kota Lama), asrama pegawai, perkampungan pribumi, hotel (Hotel
Jansen), hingga masjid Menara Kampung Melayu. Kawasan ini kemudian dijuluki
“Outstadt” atau Litle Netherland. Wilayahnya meliputi Ooster wal Straat (Jl.
Cendrawasih), Pasar Johar (selatan), Wester wal Staar (Jl. Mpu Tantular) hingga
Stasiun Tambaksari.
Kondisinya yang strategis (dekat dengan
pelabuhan), lengkap dengan jalur kereta api yang ditunjang dengan penataan kota
serta saluran air yang sangat rapi dan bersih mampu menarik perhatian dunia
saat itu. Banyak sekali pendatang yang hanya singgah sebagai pelancong,
berdagang hingga menetap di kota ini. Dari sinilah kemudian lahir budaya asli “Semarangan”
hasil asimilasi antara Jawa, Arab (Islam) dan China, salah satunya yakni Warak
Ngendog dan Dugderan.
Namun sayang, memasuki awal tahun
1990-an, Litle Netherland perlahan-lahan mulai tenggelam oleh air rob. Kawasan
yang pernah menjadi ikon sejarah lahirnya Semarang berubah menjadi lautan, sebagian lagi
tampak kumuh, gersang dan tidak sehat lagi. Satu persatu gedung yang dulu pernah menjadi kebanggaan mangkrak tak
terawat karena ditinggal penghuninya, bahkan separuh lebih bangunan bersejarah sudah
rata dengan air. Yang paling mengharukan lagi, stasiun pertama di Indonesia
yang menjadi tonggak awal perkeretaapian di negeri ini dan pernah menjadi pusat
perdagangan internasional kini sudah berubah menjadi rawa. Hanya bangunan tua
yang terendam air setinggi 1,5 meter yang bisa dijumpai saat ini. *i@m (sumber
Ports
Cities of The Worlds 1925 dan Official Guide for Shippers and Traveller 1928)
***
Sunoto (68), saksi sejarah dan pensiunan pegawai PJKA Stasiun Semarang
Gudang.
“Dulu
stasiun ini sangat ramai sekali. Mulai dari bongkar muat, langsiran serta
kereta api yang lewat saja. Tapi sejak tahun 2006 air rob mulai naik, relnya
mulai terendam air dan akhirnya mati. Sejak itu stasiun ini lambat laun
tenggelam seperti sekarang ini.”
ROB DAN DAMPAK
KESEHATAN
Fenomena rob yang seakan tak kunjung usai
menghantui aktivitas sehari-hari warga Kota Semarang menyisakan dampak
kesehatan yang cukup signifikan. Berbagai kandungan air laut yang meluap ke
pemukinan warga setempat meninggalkan berbagai macam dampak penyakit yang cukup
bervariasi.
Kandungan rob
Air
laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya, seperti
garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak
terlarut. Air laut berasa asin karena memiliki kadar garam rata-rata 3,5%.
Artinya, dalam 1 liter air laut (1000 ml) terdapat 35 gram garam.
Adapun
zat-zat garam yang terkandung dalam air laut adalah Klorida (55%), Natrium
(31%), Sulfat (8%), Magnesium (4%), Kalsium (1%), Potasium (1%), dan sisanya
kurang dari 1% terdiri dari Bikarbonat, Bromida, Ssam Borak, Strontium dan
Florida.
Beberapa
kadungan air laut di atas sebenarnya tidak begitu berdampak serius pada
kesehatan manusia. Namun yang menjadi permasalahan adalah luapan air laut itu mengalir
ke pemukiman warga itu telah bercampur dengan sampah-sampah yang mengandung
berbagai macam bakteri, sehingga kesehatan warga pun terancam.
Dampak bagi
kesehatan manusia
Terjadinya rob berpotensi besar menjadi
wabah penyakit menular yang berasal dari tempat-tempat pembuangan limbah industri
atau tempat-tempat pembuangan sampah terbuka yang bercampur dengan luapan air
laut yang menggenani pemukiman warga. Bakteri akan menular melalui air yang
tercemar oleh banjir. Air banjir membawa bakteri, virus, parasit, dan bibit
penyakit menular lainnya.
Akibat penyebaran bakteri, virus,
parasit, dan bibit penyakit menular lainnya dapat menyebabkan diare, dan
penyebaran penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria
dan demam berdarah. Namun dampak luapan air laut itu lebih banyak didominasi
penyakit diare dan penyakit kulit, seperti gatal-gatal dan sebagainya. Salah
satu upaya untuk mengurangi dampak penyakit diare ini, pemerintah menyebarkan
kaporit di sumur-sumur warga.
Dampak lain yang juga dirasakan warga
adalah masalah air bersih yang dulit didapatkan. Kebutuhan air bersih sebagian tidak
bisa dipenuhi karena sebagian dari sumur warga telah tercemar air laut, limbah,
dan rasa asin, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai konsumsi warga.
Oleh karena itu, untuk kebutuhan air minum
yang sehat, sebagian warga bergantung dari program penyediaan air minum dan
sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas). Namun di saat sarana pamsimas mengalami
kerusakan, warga menggantungkan suplai air bersih bantuan dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng.
Jerit Hati Warga Kampung Basah
Air rob yang menggenangi perkampungan-perkampungan
sepanjang pesisir utara Kota Semarang membuat masalah tersendiri bagi penghuninya.
Selain mengganggu lingkungan, genangan air sepanjang tahun ini juga menyebabkan
kerugian yang tidak sedikit. Lalu, bagaimana keluhan mereka,
berikut ungkapannya ketika ditemui SELARAS.
Wardoyo, warga Sporland RT 01 RW III, Kelurahan Kemijen, Semarang Timur
“Susah mas, kalau mau kemana-mana
sulit. Apalagi di Jl. Ronggowarsito tiap tahun ditinggikan, jalan kampung mau
tidak mau juga harus ditinggikan. Akibatnya, rumah-rumah di sini makin
tenggelam. Bagi yang mampu mungkin bisa menaikkan, atau pindah dari sini.
Padahal di sini banyak yang enggak mampu. Seperti kami yang hanya pensiunan
PJKAmau tidak mau ya harus diterima. Coba lihat itu rumah-rumah di sini banyak yang tenggelam, sehingga kalau mau
masuk harus menunduk. Sumur di sini sudah tidak bisa dipakai, warga hanya
mengandalkan air ledeng (PDAM-red) yang sering tidak lancar. Lalu
untuk MCK saja kadang juga sulit, sebab kalau mau buat WC sudah tidak mungkin
lagi. Orang sini mau pindah pun susah, karena rumah-rumah di sini tidak laku
dijual. Yang jadi permasalahan, padahal
air rob semakin tahun terus naik. Lalu bagaimana 3-5 tahun kedepan.”
Widodo, warga Tikung Baru (sebelah POS 4) Pelabuhan
Tanjung Mas, Semarang
“Kasihan orang yang mau kerja,
bepergian atau anak-anak sekolah dan. Mereka
terpaksa harus njegur (turun ke
air-red). Padahal airnya kotor campur antara got, sampah dan bau busuk dari
laut
sampai masuk rumah. Akhirnya mereka banyak yang terkena disentri, infeksi, kudis,
gatal-gatal, rangen (luka-luka di kaki akiabt kutu air-red), gudig dan
penyakit kulit lainnya. Orang sini kalau pergi ke puskesmas hampir bergantian setiap harinya.”
WASPADAI BAHAYA LEPTOSPIROSIS!
Kasus rob di Kota Semarang ternyata
memiliki dampak yang serius bagi kehidupan warga Semarang, hingga mengakibatkan
sejumlah korban meninggal pada setiap musimnya. Yang menjadi penyebab kasus ini
adalah terjangkitnya warga pada penyakit Leptospirosis.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota
(DKK) Semarang, Dr. Widoyono, M.PH, “Sebenarnya yang perlu diwaspadai dari
dampak rob adalah penyakit Leptospirosis atau kencing tikus. Leptospirosis
berasal dari tikus yang kencing sembarangan sehingga bercampur dengan air rob. Kalau
Leptospirosis tidak ditangani segera, bisa berdampak kematian, meskipun ada
juga dampak pada penyakit kulit, tetapi penyakit ini tidak sampai pada kematian”,
ujar Widoyono.
Leptospirosis
2007-2012
Menurut data lapangan, kasus
Leptospirosis di Kota Semarang meningkat dari tahun 2007 sampai dengan 2009.
Dan terjadi penurunan pada tahun 2010 dan 2011. Kasus ini meningkat kembali
pada tahun 2012, sedangkan untuk angka kematian mengalami peningkatan yang
cukup tinggi dari tahun 2010 ke tahun 2011, dan kembali menurun pada tahun
2012. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ketidaktahuan penderita, atau
minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit Leptospirosis, sehingga
terjadi keterlambatan dalam penanganannya.
(P= Pasien, M=
meninggal, CFR= angka rata-rata)
“Leptospirosis bisa menyasar pengendara
sepeda motor yang kakinya ada sedikit luka tapi terkena cipratan air rob. Pasien
Leptospirosis mengalami gejala panas, nyeri betis, pusing, mual, kulit dan mata
kekuning-kuningan, yang mirip dengan gejala hepatitis”, imbuh Widoyono.
Sebaran
Leptospirosis
Kasus Leptospirosis di Kota Semarang
menyebar di 21 Puskesmas dari 37 Puskesmas. Berdasarkan IR (angka kesakitan)
Leptospirosis tahun 2012, ada 14 Puskesmas dengan IR 0,1 -10/100.000 penduduk,
yaitu Puskesmas Bandarharjo, Gayamsari, Pegandan, Tlogosari Kulon, Bulu Lor,
Banget Ayu, Kagok, Ngesrep, Poncol, Karangdoro, Lamper Tengah, Tlogosari Wetan,
Mijen, Tambak Aji. Sedangkan 7 Puskesmas dengan IR > 10 /100.000 penduduk,
yaitu Puskesmas Kedung Mundu, Halmahera, Pandanaran, Ngemplak Simongan, Candi
Lama, Sekaran, dan Bugangan.
Langkah
pemerintah
Untuk mengatasi dan mencegah penyebaran penyakit
Leptospirosis, pemerintah menempuh beberapa langkah sebagai berikut: “Yang
pertama adalah deteksi dini terhadap gejala-gejala yang berpotensi menimbulkan
penyakit; kedua, mengadakan screening atau pemeriksaan penderita melalui sampel
darahnya; dan ketiga, melakukan pelacakan setiap kasus yang terjadi untuk
kemudian diberikan rujukan guna penanganan lebih lanjut”, pungkas Widoyono.
PETA POTENSI AMBLESAN TANAH KOTA SEMARANG
Keterangan : Wilayah Kota Semarang yang mengalami
penurunan tanah terletak di 8 kecamatan (Gayamsari, Genuk, Pedurungan, Semarang
Selatan, Semarang Tengah, Semarang Timur, Semarang Barat, Semarang Utara)yang
mengalami penurunan permukaan tanah di Kota Semarang, 5 diantaranya
terletak di wilayah pesisir Kota Semarang.
Sumber : Pemkot Semarang [rencana tata ruang
wilayah Kota Semarang tahun 2011 – 2030(Peta Geologi Amblesan)]
KENAPA AMBLES ?
Kondisi
amblesnya daerah pesisir Semarang mengundang keprihatinan banyak pihak, dan apa
yang sebenarnya terjadi. Berikut pemaparan dosen hidrologi (pengairan) Undip, Ir. Endro
Sutrisno, MS.
Kenapa tanah Semarang ambles ?
Bisa
karena ada suatu aliran air yang turut menghanyutkan butiran tanah, itu
kemungkinan pertama. Kemungkinan kedua itu pengambilan air tanah yang terlalu
banyak (artesis-red) yang ketika dilakukan terus menerus akan terjadi
kekosongan di dalam. Ada juga pendapat lain yaitu air lautnya yang naik dan
seakan-akan tanah terlihat lebih rendah. Bisa juga karena dahulunya semarang
ini adalah tanah sedimen atau endapan yang belum mapan sehingga ketika diberi
beban yang berat maka sangat mungkin akan ambles, karena secara goelogi tanah Semarang
itu termasuk baru yang dahulunya pernah berwujud lautan.
Factor terbesar ?
Bisa
karena pengambilan air bawah tanah, terlebih suplai air tidak bisa membawa ke
kondisi normal maka kosonglah di dalam sehingga ambles. Tetapi menurut saya
lebih cenderung pada hilangnya butiran tanah yang terbawa oleh aliran air
hingga ke laut.
Eksplorasi air artesis, seberapa besar pengaruhnya ?
Ketika
air itu diambil 10 kubik misalnya, seharusnya ada suplai dari hulu. Tetapi ketika
pengisiannya itu hanya satu kubik maka akan terjadi kekosongan, dengan konsisi
ini penekanan dari atas akan lebih cepat untuk menurunkan tanah. Dan kalau itu
sering terjadi maka akan lebih cepat turun tanahnya.
Seberapa besar penurunan tanah di Semarang ?
Kalau
di daerah lain itu bisa 9-11 cm pertahun, di daerah Tambaklorok (Semarang
Utara) itu mencapai 15 cm pertahun.
Daerang Semarang, mana saja yang berpotensi ambles?
Ya
daerah tanah-tanah baru itu, untuk jelasnya kita bisa lihat dari batas wilayah
pegunungan di daerah Semarang atas dan Semarang bawah. Seperti daeah
Peterongan-Candisari ke utara, Siranda- Jl. Pahlawan/ Pleburan ke utara,dll.
Fenomena penurunan ini sudan akutkah?
Kalau
yang muncul seperti di daerah Tambaklorok sana ya sudah akut. Namun sebenarnya
kondisi ini alamiah, yang dahulu laut lalu terjadi sebuah proses endapan sehingga
terbentuk daratan, katika ada beban di atasnya semakin berat (pemukiman, gedung)
maka bisa jadi ke depan akan tenggelam lagi.
Mengkinkah alam menormalisasi kondisi ini ?
Untuk
kondisi sekarang nampaknya sulit karena di daerah hulu (Ungaran) yang menjadi
sumber airnya kini sudah banyak dibuat perumahan sehingga menutupi tanah dengan
plester misalnya yang seharusnya bisa buat jalan air ketika hujan. Maka ketika
seperti ini air hujan akan tidak akan masuk ke tanah dan langsung masuk ke
sungai lalu dibawa ke laut.
Tentang Giant Sea Wall, apa tanggapan anda?
Menurut
saya itu perlu kajian lebih mendalam lagi tentang bagaimana efektifitasnya,
tetapi kalau dari segi teknologi mungkin saja berkaca dengan Belanda.
Solusi lain?
Saya rasa
tindakannya tidak bisa parsial, misalnya pengaturan tentang pengambilan air
bawah tanah (artesis), penangkapan air hujan agar tidak lari ke sungai untuk
mengisi kekosongan. Kalau ingin segera mengkin dengan bendungan itu (Giant Sea
Wall).
2020 SEMARANG TENGGELAM
Sebelum tahun 2006 lalu kondisi
daerah pesisir Kota Semarang belum sepenuhnya tergenang rob. Jika air naik
(baik pada saat musim penghujan maupun kemarau) dalam tempo sehari saja sudah
turun kembali atau kering. Begitu juga dengan bangunan-bangunan yang berdiri di
atas daerah tersebut, meski sesekali terendam air tapi masih banyak yang
berfungsi dan ditempati. Tapi tujuh tahun kemudian air rob dengan cepatnya
menggenangi sana-sisni hingga banyak bangunan yang ditinggal mangkrak yang
akhirnya tenggelam.
Sebagaimana yang dijelaskan dosen hidrologi (pengairan) Undip,
Ir. Endro Sutrisno, MS., salah satu faktor penyebabnya adalah pengambilan air
tanah yang terlalu banyak sehingga akan terjadi kekosongan di dalam, meskipun
ia cenderung hilangnya butiran tanah yang terbawa oleh aliran air hingga ke
laut.
Namun
sayang, meskipun kondisinya sudah parah masih juga banyak ditemui eksplorasi
pengambilan air secara liar dan ilegal di berbagai daerah. Salah satunya di
Karangroto Kecamatan Genuk. Berdasarkan pantuan kami ditemukan beberapa
titik penyedotan ABT (Air Bawah tanah) yang disuplai ke rumah-rumah penduduk.
Bahkan belakangan ini salah satu wilayah di kelurahan tersebut hampir
dipastikan mendapat bantuan dari pusat untuk menghidupkan menara air sebesar Rp
240 juta dengan dana stimulan Rp 10 juta dari swadaya masyarakat. Padahal
beberapa tahun sebelumnya, beberapa tokoh masayarakat setempat yang didukung
oleh LSM pernah ditolak perijinannya oleh Pemerintah Kota melalui dinas terkait
saat pengajuan proposal dan perijinan penyedotan ABT.
“Kami
melakukan kegiatan seperti ini kan untuk warga. Terus terang pasokan air bersih
di wilayah ini memang sulit. Kalaupun ada keluarnya kecil. Padahal warga memang
benar-benar membutuhkan air bersih untuk kebutuhan hidup. Ketika ada LSM yang
membantu kami untuk pengajuan proposal ya dengan segera kami lakukan.” ungkap
salah seorang tokoh masyarakat Karangroto yang enggan disebut namanya.
“Apakah
Anda serta semua warga di sini tidak khawatir kelak kondisi tanahnay akan
seperti di daerah pesisir, semakin ambles dan tergenang air?”.
“Ah
itu urusan nanti, yang penting kami mudah mendapatkan air bersih.” tandasnya.
Jika
kasus-kasus seperti ini terus dibiarkan di berbagai tempat, kian lama semakin
merajalela dengan alasan serupa, maka bisa dipastikan akan banyak lagi air
bawah tanah yang tersedot, sehingga terjadi kekosongan ruangan. Dampaknya,
tanah di atasnya akan semakin ambles dan Semarang kian tahun akan terus
tergenang. Maka dipastikan 5-10 tahun ke depan Kota yang pernah menjadi tonggak
sejarah perdagangan dan perkeratapian akan menjadi lautan.*
PENTINGNYA
PARTISIPASI WARGA
Penanganan rob masih menjadi program
skala prioritas pemerintah Pemerintah Kota Semarang. Hal ini ditengarai
fenomena rob yang masih gemar menemani warga Kota Semarang dalam kesibukannya
sehari-hari. Penanganan rob atau luapan air laut yang selalu menerjang wilayah ini
dimanifestaikan dalam beberapa program.
Optimalisai
Pompa Air
“Berbagai langkah sudah kami lakukan, di
antaranya adalah optimalisasi pompa-pompa di berbagai titik sungai di Kota
Semarang”, ujar Kepala Bidang Sumber Daya Air, Energi dan Geologi Kota Semarang,
Rosid Hudoyo (15/11/13).
Keberadaan pompa-pompa ini ditujukan
untuk mengantisipasi datangnya banjir atau rob, sehingga normalisasi air
genangan lebih cepat teratasi. “Saat ini kami memiliki sekitar 100 lebih pompa
yang masih berjalan aktif. Pompa-pompa tersebut ditempatkan di 39 rumah pompa,
yang tiap rumahnya rata-rata terdiri dari 6 pompa,” imbuh Rosid.
Demi optimalnya pompa-pompa tersebut, pemerintah
Kota Semarang seringkali menyelenggarakan kegiatan sosialisasi kepada
masyarakat untuk disiplin membuang sampah dan membantu mengeruk saluran
di sekitar pemukiman.
Mengharap
Kesadaran Masyarakat
“Kami sangat mengharapkan partisipasi
masyarakat untuk tidak membuang sampah secara sembarangan, terutama di daerah
aliran sungai atau selokan, karena sampah berpengaruh besar terhadap kinerja
pompa tersebut, sehingga aliran air menjadi terhambat dan menyebabkan tidak
optimalnya fungsi pompa-pompa di sejumlah titik yang banyak sampahnya”, tegas
Rosid.
Sebagai langkah konkret dan antisipatif,
pihak Pemkot Semarang membentuk tim yang bekerja untuk membersihkan sampah di
sejumlah titik yang rawan sampah. “Kami juga memiliki tim yang khusus mengelola
sampah dan sedimen yang mengendap di sejumlah titik agar pompa-pompa ini
benar-benar optimal”, papar Rosid
Penanaman Pohon
Mangrove
Selain langkah-langkah di atas,
pemerintah Kota Semarang juga melakukan program penanganan rob berupa pengelolaan
dan penanaman pohon Mangrove untuk mengatasi abrasi dan juga mengurangi
derasnya luapan air laut. “Kalau abrasi
tidak ditangani, maka luapan air laut juga semakin deras dan menambah beban
kinerja pompa air”, tambah Rosid.
Setuju Dengan
Catatan
Terkait rencana pembangunan giant sea
wall (tembok raksasa) untuk mengatasi yang berbiaya Rp. 5 triliun di kota
Semarang yang diajukan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, pihak pemkot
Semarang menyetakan persetujuannya dengan berbagai catatan. “Kami mendukung
usulan pembangunan giant sea wall itu, tapi kalau master plannya sudah matang,
artinya telah melalui kajian dari beberapa aspek, dan dapat
dipertanggungjawabkan,” pungkas Rosid.
GANJAR : Saya Optimis Dengan Giant Sea Wall
Kian
parahnya banjir dan rob yang melanda wilayah Semarang bukan hanya menjadi
keprihatinan Pemerintah Kota Semarang dan Pemprov Jawa Tengah. Namun dengan
kondisi ini Pemprov Jateng juga berupaya sebaik mungkin untuk turut serta
menyelesaikan masalah ini termasuk tentang wacana program pembangunan tanggul
raksasa pereda rob (Giant Sea Wall) sepanjang pantai Kendal, Semarang dan
Jepara. Seperti apa program itu, berikut paparan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo
saat ditemui di gedung Gubernuran Semarang.
Apa latar belakang anda membangun Giant Sea Wall ?
Selama
ini penggunaan pompa di sejumlah titik untuk menyedor banjir rob saya rasa tidak
menyelesaikan persoalan, sehingga rob masih saja menerjang dan menenggelamkan
beberapa wilayah. Meskipun beberapa rumah pompa yang dipasang dibeberapa titik
mampu mengurangi rob, namun belum dapat optimal karena biaya operasional mesin
cukup tinggi seperti pembelian solar dan pembayaran tenaga kerja, sehingga jika
solar tidak terbeli maka operasional pompa juga terhenti. Mengatasi banjir rob,
tidak dapat dilakukan setengah-setengah atau tanggung, sehingga untuk itu
diusulkan pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall).
Bagaimana mewujudkannya ?
Sudah
ada tiga pihak swasta yang berencana melakukannya, bahkan mereka sudah
memberikan paparan dan hasilnya cukup bagus, namun hal ini masih akan dikaji
dan disampaikan kepada pemerintah pusat agar mendapatkan dukungan. Tiga pihak
swasta yang telah memaparkan pembangunan tanggul raksasa tersebut dari China
dan Indonesia, meskipun jika boleh memilih saya ingin menggunakan pihak swasta
dari Indonesia.
Biaya yang dibutuhkan ?
Sekitar
Rp 5 triliun. Kalau negara sanggup, itu bisa share dengan pusat, provinsi, dan
kota. Kalau negara belum siap akan kita tawarkan swasta. Untuk itu pihak Pemrov
Provinsi Jateng akan menemui Komisi V DPR RI dan Kementerian Pekerjaan umum
(PU), apalagi anggaran jika dihitung dengan dampak rob relatif lebih kecil. Kita
bisa menganggarkan secara multiyears, kan bisa ditanggung bersama yakni
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, karena untuk menyelesaikan
tanggul raksasa tersebut paling tidak dibutuhkan waktu hingga tiga tahun.
Untuk penanganan rob jangka pendek ?
Saya
telah berbicara dengan Wali Kota Semarang agar memaksimalkan rumah pompa yang
tidak berfungsi, di antaranya rumah pompa di Kelurahan Kemijen, Semarang Timur,
yang pernah ditengok usai pelantikan Gubernur 23 Agustus lalu, agar kekurangan
pompa segera disediakan dan diinstal.
Tanggapan anda tentang keraguan para pakar ?
Kalau
ragu itu diuji karena ada metodologinya apalagi pakar, mari kita uji. Langkah
pengujiannya bisa diskusi, seminar, dll, yang jelas nanti juga ada amdalnya
(analisis dampak lingkungan) seperti apa. Dan keraguannya itu kalau bisa harus ditunjukkan
dengan alternative apa kira-kira yang bisa dia tawarkan untuk menyelesaikan rob,
kalau tidak setuju tanpa solusi tidak akan masalah rob itu selesai.
Jadi anda optimis dengan Giant Sea Wall ?
Ya,
saya optimis dengan program ini. Dan harapannya biar ada sebuah pilihan yang
terbaik untuk diselesaikan.
0 komentar:
Posting Komentar