Home » » HUKUM WANITA HAID MENYENTUH DAN MEMBACA AL QUR’AN

HUKUM WANITA HAID MENYENTUH DAN MEMBACA AL QUR’AN

Written By el_mlipaki on Rabu, 13 Februari 2013 | 16.40


           Bagi seorang muslim beribadah adalah sebuah amalan sebagai bukti atas kuatnya pemahaman iman kepada Alloh ta’ala, karena tanpa amal iman itu bisa nihil. Namun bagaimana jika amalan itu terkendala masalah haid bagi seorang wanita?
Menyentuh Mushaf Bagi Wanita Haid
Berkata Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi: Mayoritas Ahli Ilmu berpendapat wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an. Namun dalil-dalil yang mereka bawakan untuk menetapkan hal tersebut tidaklah sempurna untuk dijadikan sisi pendalilan. Dan yang kami pandang benar, Wallahu A’lam, bahwasannya boleh bagi wanita haid untuk menyentuh mushaf Al Qur’an. Berikut ini kami bawakan dalil-dalil yang digunakan oleh mereka yang melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Kemudian kami ikutkan jawaban atas dalil-dalil tersebut (untuk menunjukkan bahwasanya wanita haid tidaklah terlarang untuk menyentuh mushaf)

1.      Firman Allah Ta’ala: “Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.” (Al Waqi’ah : 79) Sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam: “Tidaklah menyentuh Al Qur’an itu kecuali orang yang suci.” (HR. Ath Thabrani. Lihat Shahihul Jami’ 7880. Al Misykat 465) Jawaban atas dalil di atas;
Pertama : Mayoritas Ahli Tafsir berpendapat bahwa yang diinginkan dengan dlamir (kata ganti) dalam firman Allah Ta’ala (Laa Yamassuhu) adalah ‘Kitab Yang Tersimpan Di Langit’. Sedangkan (Al Muthahharun) adalah ‘Para Malaikat’. Ini dipahami dari konteks beberapa ayat yang mulia: “Sesungguhnya dia adalah Qur’an (bacaan) yang mulia dalam kitab yang tersimpan, tidaklah menyentuhnya kecuali Al Muthahharun (mereka yang disucikan).” (Al Waqi’ah 77-79).
Kedua: Tentang tafsir ayat ini bahwasannya yang dimaksud dengan Al Muthahharun adalah kaum Mukminin, berdalil dengan firman Allah: “Hanyalah orang-orang musyrik itu najis.” (At Taubah : 28). Dan dengan sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.” (HR. Bukhari Muslim).
Pendapat Ketiga: Al Muthahharun adalah mereka yang suci dari hadats besar (janabah). Mereka yang membolehkan wanita haid menyentuh mushaf memilih sisi yang pertama, dengan begitu tidak ada dalil dalam ayat tersebut yang menunjukkan larangan bagi wanita haid untuk menyentuh Al Qur’an. Dan telah lewat penjelasan bahwa mayoritas ahli tafsir menafsirkan Al Muthahharun dengan malaikat.
2.      Dalil Kedua : Tidak aku dapatkan isnad yang shahih, tidak pula yang hasan, bahkan yang mendekati shahih atau hasan untuk hadits yang dijadikan dalil oleh mereka yang melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Setiap sanad hadits ini yang aku dapatkan, semuanya tidak lepas dari pembicaraan. Lantas apakah hadits ini bisa terangkat kepada derajat shahih atau hasan dengan dikumpulkannya semua sanadnya atau tidak? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat;
Asy Syaikh Albani rahimahullah menshahihkannya dalam Al Irwa’ (91/158). Bila hadits ini dianggap shahih sekalipun, maka pengertiannya sebagaimana pengertian ayat yang mulia di atas. Asy Syaikh Al Albani rahimahullah sendiri ketika menjabarkan hadits di atas beliau menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘thahir’ adalah orang Mukmin baik dalam keadaan berhadats besar atau hadats kecil ataupun dalam keadaan haid. Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla berpendapat: “Membaca Al-Qur’an, dan sujud di dalamnya, menyentuh mushaf dan dzikir kepada Allah boleh dilakukan baik dalam keadaan punya wudhu atau tidak, bagi yang junub maupun wanita haidh. Penjelasan hal tersebut, karena Membaca Al-Qur’an, dan sujud di dalamnya, menyentuh mushaf dan dzikir kepada Allah merupakan perbuatan baik yang disunnahkan dan pelakunya akan diberi pahala. Barangsiapa yang berpendapat adanya larangan melakukannnya dalam keadaan tertentu, maka orang tersebut wajib menunjukkan dalilnya” (Al-Muhalla Bil Aatsaar I/94-95 Masalah No. 116)
Syeikh Muhammad bin Utsaimin setelah memamparkan perbedaan ulama tentang orang yang tidak dalam keadaan suci dan wanita haid memegang mushaf berkata: “Yang lebih utama, orang yang tidak dalam kedaaan suci tidak boleh menyentuh Al-Mushaf. Adapun jalan keluar bagi perempuan yang sedang haidh adalah mudah, dimungkinkan baginya untuk memakai sarung tangan dan membolak-balikan mushaf dengan kedua tangannya serta memegangnya” (Fatawa Al-Haidh Wal-Istihadhoh Wan-Nifas)
Wanita Haid membaca Al Qur’an
Pada perkara ini para ulama juga mengalami perbedaan pendapat tentang apakah wanita yang haid boleh membaca Al-Quran atau tidak? Dalil menunjukkan bahwa wanita yang haid boleh membaca Al-Quran, diantaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah ra.  yang akan melakukan umrah akan tetapi datang haid:
“Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan shalat.” (HR.Al-Bukhary dan Muslim, dari Jabir bin Abdillah)
Berkata Syeikh Al-Albany:
“Hadist ini menunjukkan bolehnya wanita yang haid membaca Al-Quran, karena membaca Al-Quran termasuk amalan yang paling utama dalam ibadah haji, dan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membolehkan bagi Aisyah semua amalan kecuali thawaf dan shalat, dan seandainya haram baginya membaca Al-Quran tentunya akan beliau terangkan sebagaimana beliau menerangkan hukum shalat (ketika haid), bahkan hukum membaca Al-Quran (ketika haid) lebih berhak untuk diterangkan karena tidak adanya nash dan ijma’ yang mengharamkan, berbeda dengan hukum shalat (ketika haid). Kalau beliau SAW melarang Aisyah dari shalat (ketika haid) dan tidak berbicara tentang hukum membaca Al-Quran (ketika haid) ini menunjukkan bahwa membaca Al-Quran ketika haid diperbolehkan, karena mengakhirkan keterangan ketika diperlukan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal ini ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini jelas tidak samar lagi, walhamdu lillah.” (Hajjatun Nabi hal:69).
Namun jika orang yang berhadats kecil dan wanita haid ingin membaca Al-Quran maka dilarang menyentuh mushhaf atau bagian dari mushhaf, dan ini adalah pendapat empat madzhab, Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah. Mereka berdalil dengan firman Allah ta’alaa:  “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.” 
Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mushaf yang kita dilarang menyentuhnya adalah termasuk kulitnya/sampulnya karena dia masih menempel. Adapun memegang mushhaf dengan sesuatu yang tidak menempel dengan mushhaf (seperti kaos tangan dan yang sejenisnya) maka diperbolehkan.
Berkata Syeikh Bin Baz;
“Boleh bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al-Quran menurut pendapat yang lebih shahih dari 2 pendapat ulama, karena tidak ada dalil yang melarang, namun tidak boleh menyentuh mushaf, dan boleh memegangnya dengan penghalang seperti kain yang bersih atau selainnya, dan boleh juga memegang kertas yang ada tulisan Al-Quran (dengan menggunakan penghalang) ketika diperlukan” (Fatawa Syeikh Bin Baz 24/344).

Kesimpulan
            Berdasarkan keterangan di atas bahwa memegang mushaf pada wanita yang sedang haid itu tidak boleh, kecuali kecuali ketika dalam keadaan tertentu, darurat misalnya ketika mushaf itu terjatuh di jalan maka menyentuhnyapun harus dengan menggunakan penghalang sejenis sarung tangan ataupun sesuatu yang suci agar tidak terkena langsung oleh kulit. Sedangkan untuk membaca Al Qur’an bagi wanita yang sedang haid karena tidak ada dalil yang melarang maka diperbolehkan, dengan catatan  tidak menyentuh mushaf.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi