Bagi seorang muslim beribadah adalah
sebuah amalan sebagai bukti atas kuatnya pemahaman iman kepada Alloh ta’ala,
karena tanpa amal iman itu bisa nihil. Namun bagaimana jika amalan itu
terkendala masalah haid bagi seorang wanita?
Menyentuh
Mushaf Bagi Wanita Haid
Berkata Asy Syaikh Mushthafa Al
Adawi: Mayoritas Ahli Ilmu berpendapat wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf
Al Qur’an. Namun dalil-dalil yang mereka bawakan untuk menetapkan hal tersebut
tidaklah sempurna untuk dijadikan sisi pendalilan. Dan yang kami pandang benar,
Wallahu A’lam, bahwasannya boleh bagi wanita haid untuk menyentuh mushaf Al
Qur’an. Berikut ini kami bawakan dalil-dalil yang digunakan oleh mereka yang
melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Kemudian kami ikutkan jawaban atas
dalil-dalil tersebut (untuk menunjukkan bahwasanya wanita haid tidaklah
terlarang untuk menyentuh mushaf)
1. Firman
Allah Ta’ala: “Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yang
disucikan.” (Al Waqi’ah : 79) Sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam: “Tidaklah menyentuh Al Qur’an itu kecuali orang yang
suci.” (HR. Ath Thabrani. Lihat Shahihul Jami’ 7880. Al Misykat 465)
Jawaban atas dalil di atas;
Pertama : Mayoritas Ahli
Tafsir berpendapat bahwa yang diinginkan dengan dlamir (kata ganti) dalam
firman Allah Ta’ala (Laa Yamassuhu) adalah ‘Kitab Yang Tersimpan Di Langit’.
Sedangkan (Al Muthahharun) adalah ‘Para Malaikat’. Ini dipahami dari konteks
beberapa ayat yang mulia: “Sesungguhnya dia adalah Qur’an (bacaan) yang
mulia dalam kitab yang tersimpan, tidaklah menyentuhnya kecuali Al Muthahharun
(mereka yang disucikan).” (Al Waqi’ah 77-79).
Kedua: Tentang tafsir ayat ini bahwasannya
yang dimaksud dengan Al Muthahharun adalah kaum Mukminin, berdalil dengan
firman Allah: “Hanyalah orang-orang musyrik itu najis.” (At Taubah : 28). Dan
dengan sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya orang Muslim itu
tidak najis.” (HR. Bukhari Muslim).
Pendapat Ketiga:
Al Muthahharun adalah mereka yang suci dari hadats besar (janabah). Mereka yang
membolehkan wanita haid menyentuh mushaf memilih sisi yang pertama, dengan
begitu tidak ada dalil dalam ayat tersebut yang menunjukkan larangan bagi
wanita haid untuk menyentuh Al Qur’an. Dan
telah lewat penjelasan bahwa mayoritas ahli tafsir menafsirkan Al Muthahharun
dengan malaikat.
2. Dalil
Kedua : Tidak aku dapatkan isnad yang shahih, tidak pula yang hasan, bahkan
yang mendekati shahih atau hasan untuk hadits yang dijadikan dalil oleh mereka
yang melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Setiap sanad hadits ini yang aku
dapatkan, semuanya tidak lepas dari pembicaraan. Lantas apakah hadits ini bisa
terangkat kepada derajat shahih atau hasan dengan dikumpulkannya semua sanadnya
atau tidak? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat;
Asy Syaikh Albani rahimahullah
menshahihkannya dalam Al Irwa’ (91/158). Bila hadits ini dianggap shahih
sekalipun, maka pengertiannya sebagaimana pengertian ayat yang mulia di atas.
Asy Syaikh Al Albani rahimahullah sendiri ketika menjabarkan hadits di atas
beliau menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘thahir’ adalah orang Mukmin baik
dalam keadaan berhadats besar atau hadats kecil ataupun dalam keadaan haid.
Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla berpendapat: “Membaca Al-Qur’an, dan sujud di
dalamnya, menyentuh mushaf dan dzikir kepada Allah boleh dilakukan baik dalam
keadaan punya wudhu atau tidak, bagi yang junub maupun wanita haidh. Penjelasan
hal tersebut, karena Membaca Al-Qur’an, dan sujud di dalamnya, menyentuh mushaf
dan dzikir kepada Allah merupakan perbuatan baik yang disunnahkan dan pelakunya
akan diberi pahala. Barangsiapa yang berpendapat adanya larangan melakukannnya
dalam keadaan tertentu, maka orang tersebut wajib menunjukkan dalilnya”
(Al-Muhalla Bil Aatsaar I/94-95 Masalah No. 116)
Syeikh Muhammad bin Utsaimin
setelah memamparkan perbedaan ulama tentang orang yang tidak dalam keadaan suci
dan wanita haid memegang mushaf berkata: “Yang lebih utama, orang yang tidak
dalam kedaaan suci tidak boleh menyentuh Al-Mushaf. Adapun jalan keluar bagi
perempuan yang sedang haidh adalah mudah, dimungkinkan baginya untuk memakai
sarung tangan dan membolak-balikan mushaf dengan kedua tangannya serta
memegangnya” (Fatawa Al-Haidh Wal-Istihadhoh Wan-Nifas)
Wanita Haid membaca Al Qur’an
Pada perkara ini
para ulama juga mengalami perbedaan pendapat tentang apakah wanita yang haid boleh membaca
Al-Quran atau tidak? Dalil menunjukkan bahwa wanita yang haid boleh membaca
Al-Quran, diantaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada Aisyah ra. yang akan melakukan umrah akan tetapi
datang haid:
“Kemudian
berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali
thawaf dan shalat.” (HR.Al-Bukhary dan Muslim, dari Jabir bin Abdillah)
Berkata Syeikh Al-Albany:
“Hadist
ini menunjukkan bolehnya wanita yang haid membaca Al-Quran, karena membaca
Al-Quran termasuk amalan yang paling utama dalam ibadah haji, dan nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah membolehkan bagi Aisyah semua amalan kecuali thawaf dan shalat, dan
seandainya haram baginya membaca Al-Quran tentunya akan beliau terangkan
sebagaimana beliau menerangkan hukum shalat (ketika haid), bahkan hukum membaca
Al-Quran (ketika haid) lebih berhak untuk diterangkan karena tidak adanya nash
dan ijma’ yang mengharamkan, berbeda dengan hukum shalat (ketika haid). Kalau beliau SAW melarang Aisyah dari shalat (ketika haid)
dan tidak berbicara tentang hukum membaca Al-Quran (ketika haid) ini
menunjukkan bahwa membaca Al-Quran ketika haid diperbolehkan, karena
mengakhirkan keterangan ketika diperlukan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal
ini ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini jelas tidak samar lagi, walhamdu
lillah.” (Hajjatun Nabi hal:69).
Namun
jika orang yang berhadats kecil dan wanita haid ingin
membaca Al-Quran maka dilarang menyentuh mushhaf atau bagian dari mushhaf, dan
ini adalah pendapat empat madzhab, Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah. Mereka berdalil dengan firman Allah ta’alaa: “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.”
Sebagian
ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mushaf yang kita dilarang
menyentuhnya adalah termasuk kulitnya/sampulnya karena dia masih menempel.
Adapun memegang mushhaf dengan sesuatu yang tidak menempel dengan mushhaf
(seperti kaos tangan dan yang sejenisnya) maka diperbolehkan.
Berkata Syeikh Bin Baz;
“Boleh
bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al-Quran
menurut pendapat yang lebih shahih dari 2 pendapat ulama, karena tidak ada
dalil yang melarang, namun tidak boleh menyentuh mushaf, dan boleh memegangnya
dengan penghalang seperti kain yang bersih atau selainnya, dan boleh juga
memegang kertas yang ada tulisan Al-Quran (dengan menggunakan penghalang)
ketika diperlukan” (Fatawa Syeikh Bin Baz 24/344).
Kesimpulan
Berdasarkan keterangan di atas bahwa memegang mushaf pada wanita yang sedang haid itu tidak boleh, kecuali kecuali ketika dalam keadaan tertentu, darurat misalnya ketika mushaf itu terjatuh di jalan maka menyentuhnyapun harus dengan menggunakan penghalang sejenis sarung tangan ataupun sesuatu yang suci agar tidak terkena langsung oleh kulit. Sedangkan untuk membaca Al Qur’an bagi wanita yang sedang haid karena tidak ada dalil yang melarang maka diperbolehkan, dengan catatan tidak menyentuh mushaf.
Berdasarkan keterangan di atas bahwa memegang mushaf pada wanita yang sedang haid itu tidak boleh, kecuali kecuali ketika dalam keadaan tertentu, darurat misalnya ketika mushaf itu terjatuh di jalan maka menyentuhnyapun harus dengan menggunakan penghalang sejenis sarung tangan ataupun sesuatu yang suci agar tidak terkena langsung oleh kulit. Sedangkan untuk membaca Al Qur’an bagi wanita yang sedang haid karena tidak ada dalil yang melarang maka diperbolehkan, dengan catatan tidak menyentuh mushaf.
0 komentar:
Posting Komentar