Rikaz
Rikaz
secara bahasa meliputi harta terpendam dan barang tambang. Adapun menurut
istilah syariat maknanya terbatas pada harta terpendam peninggalan jahiliah dan
tidak termasuk hasil tambang, menurut pendapat yang benar. Ini adalah
pendapat jumhur ulama bersama Ibnu Hazm dan dibenarkan oleh Syaikh
Al-Albani. Yang menunjukkan hal ini adalah hadits Abu Hurairah:
" Korban pertambangan mati sia-sia (tanpa ganti rugi) 1 dan pada
rikaz ada seperlima bagian yang wajib dibayarkan . " (HR. Bukhari
Muslim)
Dalam
hadits di atas, Rasulullah SAW membedakan hukum yang berlaku pada barang
tambang dan rikaz. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan makna antara
keduanya menurut istilah syariat.
Syaikh
Al-'Utsaimin mengatakan dalam Asy-Syarhul Mumti' (6/95): " Makna
jahiliah adalah masa sebelum Islam. Ketika kita mendapatkan harta
terpendam dalam bumi dan ada alamat / tanda jahiliah padanya, misalnya harta
itu adalah mata uang yang dikenal sebelum Islam atau tertera padanya tahun
berlakunya sebelum Islam, dan yang semisalnya, maka itu adalah rikaz .
"
Al-Imam
Asy-Syafi'i berpendapat bahwa seperlima bagian yang wajib dikeluarkan dari
rikaz adalah zakat. Namun pendapat ini lemah dengan beberapa alasan:
1.
Pada rikaz tidak ada persyaratan nishab berdasarkan keumuman
hadits. Rasulullah menyatakan wajibnya seperlima bagian dari rikaz yang
ditemukan secara umum dan tidak membatasinya pada rikaz dengan jumlah
tertentu. Maka berapapun jumlah rikaz yang ditemukan wajib dibayarkan
seperlimanya. Ini adalah pendapat jumhur ulama, dipilih oleh Ibnul
Mundzir, Al-Albani, dan Al-'Utsaimin rahimahumullah.
2.
Rikaz yang wajib dibayarkan seperlimanya tidak terbatas pada
rikaz emas dan perak. Hal ini berdasarkan keumuman hadits, karena
Rasulullah menyatakan wajibnya seperlima bagian dari rikaz secara umum tanpa
membatasinya dengan rikaz emas dan perak. Maka rikaz apa saja yang
ditemukan wajib dibayarkan seperlimanya, meskipun bukan emas dan
perak. Ini adalah pendapat jumhur ulama, dirajihkan oleh Al-Albani dan
Al-'Utsaimin. Adapun hadits yang membatasinya dengan emas dan perak adalah
hadits yang dhaif (lemah), yaitu hadits Abu Hurairah: " Pada rikaz
ada seperlima bagian yang harus dibayarkan. "Ada yang bertanya:" Apa
rikaz itu, wahai Rasulullah? "Beliau berkata:" Emas dan perak yang
Allah ciptakan di bumi sejak hari diciptakannya . "
Dua
hukum di atas menunjukkan bahwa seperlima bagian yang wajib dikeluarkan dari
rikaz bukan zakat. Seperlima bagian tersebut salah satu dari dua
kemungkinan berikut ini:
•
Seperlima tersebut adalah seperlima
bagian yang dikenal dalam syariat Islam sebagai harta fai 'yang disalurkan
untuk mashlahat / kepentingan umum kaum muslimin. Jadi penyalurannya
adalah penyaluran seperlima bagian dari harta yang dirampas dari musuh tanpa
perang (dikenal dengan istilah fai ') dan penyaluran seperdua puluh lima bagian
dari harta rampasan (dikenal dengan ghanimah). Hal ini sesuai dengan makna
rikaz yang merupakan harta terpendam peninggalan orang kafir di masa jahiliah
yang ditemukan oleh pemerintahan Islam. Ini adalah pendapat jumhur ulama,
dirajihkan oleh Syaikh Al-'Utsaimin.
•
Seperlima tersebut penyalurannya
kembali kepada kebijakan imam kaum muslimin (pemerintah), disalurkan untuk
maslahat yang dipandang oleh pemerintah. Pendapat ini beralasan tidak ada
dalam As-Sunnah yang menunjukkan bahwa seperlima itu adalah zakat atau sebagai
fai'. Ini adalah pendapat Abu 'Ubaid dan dipilih oleh Al-Albani.
Kesimpulan
Sepertinya
yang rajih (kuat) adalah pendapat jumhur ulama bahwa seperlima tersebut adalah
fai'. Wallahu’alam
Barang tambang selain emas dan perak
Al-Imam
Ahmad berpendapat bahwa seluruh hasil tambang yang beraneka ragam terkena zakat
berdalilkan dengan keumuman firman Allah SWT: " Wahai orang-orang
yang beriman, hendaklah kalian berinfaq / berzakat dengan harta yang baik-baik
dari hasil usaha kalian dan apa-apa yang kami keluarkan untuk kalian dari bumi. "(QS.
Al-Baqarah: 267) Namun pendalilan ini tidak tepat dan berkonsekuensi bahwa
segala sesuatu yang keluar dari bumi sebagai hasil bumi di daratan maupun di
lautan ada zakatnya, padahal tidak demikian dan tidak ada ulama yang
berpendapat demikian.
Dalam
hal ini sebenarnya ada hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, namun
dha'if (lemah), yaitu hadits Bilal bin Al-Harits: "Bahwasanya Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam memungut zakat dari pertambangan Qabaliyyah .
"(HR. Abu Dawud, Malik, dan Al-Hakim). Hadits ini dishahihkan oleh
Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi, namun ijtihad keduanya
keliru. Hadits ini didha'ifkan oleh Al-Imam Asy-Syafi'i, Ibnu Hazm dalam
Al-Muhalla karena sanadnya mursal (terputus).
Kesimpulan
Oleh
karena itu yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa barang-barang
tambang selain emas dan perak tidak ada zakatnya. Karena pada awalnya
suatu harta tidak terkena kewajiban zakat sampai ada dalil yang menunjukkannya,
sedangkan dalam hal ini tidak ada dalil yang menunjukkan wajibnya zakat
barang-barang tambang. Maka kita berjalan di atas hukum asal tersebut dan
menyatakan tidak ada zakatnya. Ini adalah madzhab Malik, Asy-Syafi'i, dan
Ibnu Hazm. Adapun barang tambang berupa emas dan perak, maka keumuman
dalil-dalil wajibnya zakat emas dan perak meliputinya. Maka barang tambang
emas dan perak wajib dibayarkan zakatnya sebesar seperempat puluh (2,5%), jika
mencapai nishab dinar (emas) dan dirham (perak) dan telah sempurna
haulnya.
Barang permata selain emas & perak, minyak ambar & misk
(kesturi), serta ikan
Sebagian
ulama ada yang berpendapat bahwa barang-barang permata selain emas dan perak,
seperti berlian, mutiara, zamrud, dan permata lainnya terkena kewajiban
zakat. Namun tidak diragukan lagi lemahnya pendapat ini, karena pada
awalnya setiap harta terbebas dari zakat sampai ada dalil yang menetapkannya,
sedangkan dalam hal ini tidak ada dalil yang mengatur dan menunjukkan adanya
zakat pada permata-permata tersebut. Maka wajib untuk berjalan di atas
hukum asal tersebut bahwa permata dengan berbagai ragamnya selain emas dan
perak tidak ada zakatnya dan ini adalah pendapat jumhur ulama bersama Ibnu
Hazm.
Kesimpulan
Demikian
pula hukumnya minyak ambar dan kesturi, serta ikan, pendapat yang benar adalah
pendapat jumhur bersama Ibnu Hazm yang mengatakan tidak ada zakatnya, karena
tidak ada dalil yang mengatur dan menunjukkannya.
0 komentar:
Posting Komentar