ÎA÷sã spyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4
`tBur |N÷sã spyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #Zöyz #ZÏW2 3 $tBur ã2¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
“Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang
Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).”
(QS. Al Baqarah 269)
Tatkala Allah menjelaskan tentang
kondisi orang-orang yang menafkahkan hartanya, dan bahwa Allahlah yang
memberikan kepada mereka dan mengaruniakan untuk mereka harta yang mampu mereka
keluarkan nafkahnya di jalan-jalan kebajikan, dan dengan itu mereka memperoleh
kedudukan yang mulia, Allah menyebutkan ada yang lebih besar dari hal tersebut,
yaitu Allah akan memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendakiNya.
Dalam penjelasan Syaikh Muhammad bin
Shaleh al-Utsaimin ‘Hikmah’ adalah Al qur’an dan As Sunnah itu sendiri. Inilah
seutama-utamanya pemberian dan sebaik-baiknya karunia. Karena itu Allah
berfirman, “Dan barang-siapa yang
dianugerahi hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak”. Karena
dia telah keluar dari gelap kebodohan kepada cahaya petunjuk, dari penyimpangan
dalam perkataan dan perbuatan karena kebodohan menuju kebenaran yang tepat
padanya. Dan karena ia telah menyempurnakan dirinya dengan kebajikan yang agung
dan dengan manfaat yang paling besar dalam agama dan dunia mereka, dengan
hikmah al Qur’an dan Sunnah.
Maksud dari kalimat âä!$t±o `tB spyJò6Åsø9$# ÎA÷sã adalah bahwa Alloh ta’ala akan
memberikan hikmah kepada orang yang dikehendakinnya, dan orang yang dikehendaki
tersebut adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam mempelajari al Qur’an dan
As Sunnah. Seperti yang tertera dalam surat Ar Ra’du ayat 11 berikut;
3 cÎ) ©!$# w çÉitóã $tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçÉitóã $tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sÎ)ur y#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß xsù ¨ttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrß `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.”
Begitu juga Rasulullah myempaikan hal
yang sama dalam haidts sebagai berikut; “Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia
akan memberikan pemahaman agama kepadanya.”
(HR. Bukhari Muslim).
Ini menunjukkan bahwa
orang yang tidak diberikan pemahaman dalam agamanya tidak dikehendaki kebaikan
oleh Allah, sebagaimana orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia
menjadikannya faham dalam masalah agama. Dan barangsiapa yang diberikan
pemahaman dalam agama, maka Allah telah menghendaki kebaikan untuknya. Bahkan
menurut Imam an-Nawawi mengatakan, “Di
dalam hadits ini terdapat keutamaan ilmu, mendalami agama, dan dorongan
kepadanya. Sebabnya adalah karena ilmu akan menuntunnya kepada ketaqwaan kepada
Allah Ta’ala.”
Dan mendapatkan
pemahaman itu (Al Qur’an dan As Sunnah) akan didapatkan dari aktifitas kejian
terhadap ulama yang kompeten yang memahami benar tentang Al Qur’an dan As
Sunnah), bukan dari hasil belajar sendiri tanpa guru, karena seseorang yang
mengaji sendiri tanpa guru dikhawatirkan tidak bisa menelaah isi ‘hikmah’
dengan benar.
Sedangkan pada potongan ayat |ô u #ZÏW2#ZöyzÎAré&s)sù spyJò6Åsø9$# N÷sã`tBur “dan Barangsiapa
yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” Maksudnya adalah
bahwa seseorang yang telah mengkaji pada ulama’ tentang Al qur’an dan Sunnah
kemudian dia mengamalkannya dengan penuh kesabaran didalam menjalankannya
(istoqomah), maka itulah orang yang diberi hikmah. Jadi hikmah itu hasil pengamalan
dari belajar dengan istoqomah, tidak hanya berhenti belajar saja tanpa
melakukan apapun. Dan orang yang diberikan hikmah oleh Alloh ta’ala maka dia
diberikan kebaikan yang besar.
Maksud kebaikan besar yang dibahas dalam
ayat tersbut adalah syurga. Namun orang yang ingin mendapat syurga itu syarat
wajibnya adalah memahami Al Qur’an dan As Sunnah dan mengamalkannya.
Pada potongan ayat yang terakhir É=»t6ø9F{$#H (#qä9'ré& Î) ã2¤t $tBur “dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).”
Bahwa orang yang mempunyai akal yang lurus pasti akan berusaha mendapatkan
hikmah dengan segala upaya dan seorang muslim yang baik tentu akan mengarahkan
keluarganya agar memperoleh hikmah. Dengan memahamkan anak dan isterinya dengan
kajian kepada ulama, dengan memasukkan anak pada pondok pesantren untuk
memahami Al Qur’am dan Sunnah. Seperti firman Alloh sebagai berikut; “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya dari manusia dan
batu, penjaganya malaikat yang kasar, keras, lagi tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim: 6)
Anak terlahir dalam keadaan fitrah.
Kewajiban orang tua merawatnya agar tidak menyimpang dari jalan yang lurus, dan
selamat dari api neraka. Selain itu, anak yang shalih akan menjadi modal
investasi bagi kedua orang tuanya. Sahabat Ali bin Abu Thalib berkata dalam
menafsiri ayat ini: “Didik dan ajarilah mereka”. Adh-Dhahak dan Muqatil
berujar: “Wajib atas seorang Muslim untuk mendidik keluarganya seperti kerabat,
budak perempuan dan budak laki-lakinya tentang perintah dan larangan Allah”.
Sedangkan orang yang akalnya menyimpang,
tidak akan mampu mengambil pelajaran dari ayat ini untuk segera belajar tentang Al Qur’an da As Sunnah
pada ulama’, apalagi mengamalkannya. Bahkan seorang muslim yang menyimpang akan
menjauhkan keluarganya dari hikmah. Namun jika seorang muslim mampu berfikir,
maka dia tidak akan melakukan itu semua.
Apabila orang yang tidak mendapatkan
hikmah berarti dia bukan orang yang berfikir karena dia enggan mencari kebaikan
itu, dan juga dia tidak akan mendapatkan syurga, jadi orang yang tidak
mendapatkan syurga pastilah hanya neraka tempatnya. Na’udzubillahi mindzalik
0 komentar:
Posting Komentar