Home » » Berpuasa Pada Hari yang Diragukan

Berpuasa Pada Hari yang Diragukan

Written By el_mlipaki on Rabu, 13 Februari 2013 | 16.31




Mendahului Ramadhan dengan bershaum sehari atau dua hari sebelumnya dengan niat shaum Ramadhan atau dalam rangka ihtiyath (kehati-hatian) adalah termasuk larangan dari Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berdasarkan hadits Abu Hurairah : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata : Janganlah mendahului Ramadhan dengan bershaum sehari atau dua hari (sebelumnya).” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata :
“Maksudnya jangan mendahului Romadhon dengan ash-shaum yang dikerjakan dalam rangka ihtiyath (kehati-hatian) dengan niat shaum Ramadhan, karena shaum Romadhon berkaitan dengan ru’yah hilal sehingga tidak memberatkan diri. Sehingga barang siapa mendahului dengan bershaum sehari atau dua hari sebelumnya maka telah melecehkan hukum ini.”
Dan berdasarkan hadits ‘Ammar bin Yasir bahwa beliau berkata : “Barang siapa melakukan ash-shaum pada hari yang syak (diragukan padanya), maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam).” (H.R Abu daud)
Definisi hari Syak adalah : hari ketiga puluh dari bulan Sya’ban jika pada malam harinya tidak terlihat hilal karena terhalangi oleh mendung, atau kabut, dan yang semisalnya.
Pendapat ini adalah yang dipilih oleh para Imam yang tiga dan jumhur ulama’. Al-Imam Tirmidzi mengatakan :  “Larangan bershaum di hari syak adalah amalan (pendapat yang di pilih) para ulama dari kalangan shahabat dan tabiin, dan juga pendapat Sufyan Ats Tsauri, Al-Imam An-Nawawi, serta Ishak.”
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam  disampaikan dengan kata sambung  dimana maknyanya “yang”, dan tidak karena konteks ini menunjukkan adanya penekanan makna bahwa bershaum pda hari syak (diragukan) walaupun tingkat prosentase keraguannya kecil adalah merupakan penyebab besar jatuhnya seseorang pada penyelisihan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sedangkan beliau telah menetapkan berdasarkan hukum Allah sesuai kemampuan umatnya.
Rasulullah membatasi larangannya sehari atau dua hari sebelum Ramadhan karena kebanyakan orang melakukan shaum secara sengaja pada dua hari ini dalam rangka ihtiyath bukan karena bertepatan dengan kebiasaannya.
Adapun kalangan madzhab Asy-Syaafi’iiyah menetapkan permulaan larangan di mulai dari hari ke-16 bulan Sya’ban atau setelah pertengan bulan Sya’ban. Mereka berdalil dengan hadits Abu Hurairah secara marfu’ :  “Apabila telah masuk pertengahan Sya’ban janganlah kalian melakukan ash-shaum.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari (IV/120), "Hadits di atas  dijadikan sebagai dalil haramnya berpuasa pada hari yang diragukan. Karena para Sahabat tidaklah mengatakan hal itu dari pendapat pribadi mereka. Jadi, dapat digolongkan sebagai riwayat marfu'. Ibnu 'Abdil Barr berkata, "Menurut mereka riwayat tersebut musnad (memiliki rantai sanad) dan mereka tidak berselisih dalam hal ini." 
Ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu dari kalangan Sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka. Dalam bab ini masih banyak atsar-atsar lain dari 'Umar, 'Ali, Ibnu 'Umar, Ibnu Mas'ud, Hudzaifah, Dhahhak, Ibrahim, asy-Sya'bi dan 'Ikrimah," (Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah [III/71-73] dan Sunanul Kubra karangan al-Baihaqi [IV/209]).

cipt* � A a P�Z 02� llah menciptakan Adam dari tanah, kemudian berfirman kepadanya, (Kun) 'Jadilah', maka jadilah ia." (QS. Ali Imran: 59) (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2)
Sayikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyyah mengatakan, bahwa takwil merupakan distorsi dan tahrif terhadap ayat-ayat al-Qur’an, sedangkan tahrif termasuk tradisi orang-orang Yahudi.
Bahaya Takwil
Imam Ahmad meriwayatkan, Abu Kamil telah menceritakan kepada kami, Hammad menceritakan kepada kami, dari Abu Ghalib, di mana dia berkata, aku pernah mendengar Abu Umamah menyampaikan sebuah hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tentang firman Allah: "Adapun orang-orang yang ada dalam hatinya kecenderungan ke arah kesesatan, maka mereka selalu menurut apa yang samar-samar dari Al-Quran"
Beliau bersabda: "Mereka itulah golongan Khawarij." Dan juga firman Allah: "Pada hari yang pada waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram." (QS. Ali Imran: 106). Beliau bersabda: "Mereka (muka yang hitam muram) itulah golongan Khawarij."
Tidak diragukan lagi kelompok Islam akan terpecah berdasarkan apa yang telah diisyaratkan oleh Rasulullah. Bahkan kelompok satu ini benar-benar dibunuh oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a pada perang Nahrawan. Maka dari saat itulah bermunculanlah kelompok-kelompok sesat lainnya di antaranya Qadariyyah, Mu'tazilah, Jahmiyyah dan lain-lain. (Tafsir Ibn Katsir, jilid 2)
Firman Allah surat Ali Imron 7: "..Dan tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah.."
Menurut Ibn Katsir takwil di sini berarti tafsir, keterangan dan berupa penjelasan mengenai sesuatu hal, sebagaimana firmanNya: "Berikanlah kami takwilnya." (QS.Yusuf: 36)
Sebagaimana doa Rasulullah SAW kepada Ibnu Abbas radhiallahu' anhuma: "Ya Allah berikanlah pemahaman kepadanya tentang masalah agama dan ajarkanlah takwil (tafsir) kepadanya." (HR. Bukhari dan Ahmad)
Orang ‘Alim Tetap Beriman
Selanjutnya firman Allah: "Dan orang-orang yang tetap teguh serta mendalam pengetahuannya dalam ilmu-ilmu agama, berkata:" Kami beriman kepadanya, semuanya itu datangnya dari sisi Tuhan kami "dan tiadalah yang mengambil pelajaran dan peringatan melainkan orang-orang yang berpikiran."
Firman Allah ini menjelaskan bahwa mereka (orang-orang yang mendalam ilmunya) mengatakan: " Kami beriman kepadanya " yakni kepada ayat-ayat mutasyabihat. Apakah ayat-ayat muhkamat maupun ayat-ayat mutasyabihat, maka ia adalah benar, saling membenarkan dan menguatkan karena semuanya itu berasal dari Allah Ta'ala. Sebab tidak ada satu pun yang berasal dariNya saling berbeda dan bertentangan satu sama lain, sebagaimana firman Allah: "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau sekiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya. " (An-Nisa: 82)
Karena itulah, Allah berfirman: "dan tiadalah yang mengambil pelajaran dan peringatan melainkan orang-orang yang berpikiran" artinya yang dapat memahami dan merenungi maknanya hanyalah orang-orang yang berakal sehat dan memiliki pemahaman yang benar.
Rasulullah pernah mendangar suatu kaum yang saling bertengkar, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya dengan sebab (bentrokan) inilah orang-orang sebelum kalian itu binasa. Mereka mempertentangkan sebagian isi Kitab Allah dengan sebagian yang lain. Sesungguhnya Kitab Allah itu diturunkan untuk saling membenarkan yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, janganlah kalian mendustakan sebagiannya dengan sebagian lainnya. Apa saja yang kalian ketahui darinya, maka katakanlah. Dan apa saja yang kalian tidak ketahui darinya, maka serahkanlah kepada yang mengetahuinya." (HR. Ahmad dari 'Amr bin Syu'aib)
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi