Home » » Abu Ma'shar, Bapak Astrologi

Abu Ma'shar, Bapak Astrologi

Written By el_mlipaki on Rabu, 09 Mei 2012 | 14.02


Al-Falaki. Gelar itu ditabalkan para ilmuwan di era kejayaan Kekhalifahan Abbasiyah ke Abu Mashar berkat kehebatannya dalam bidang astrologi (ilmu perbintangan). Gerrit Bos dalam tulisannya berjudul Abu Mashar: The abbreviation of the Introduction to Astrology, Together with the Medieval Latin Translation of Adelard of Bath, menyebut Abu Mashar sebagai astrolog hebat di abad ke-9 M. Karya-karya Abu Mashar dalam bidang astrologi begitu populer dan sangat ber pengaru h untuk peradaban masyarakat Eropa Barat di abad pertengahan, ujar Bos. Betapa tidak. Sederet Adikarya sang astrolog Muslim itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Menurut Bos, Abu Mashar tak hanya berpengaruh dalam bidang astrologi, ia juga berkontribusi dalam bidang kedokteran.
Ilmuwan Serba Bisa
Penjelasan mengenai soal epidemi, papar Bos, merupakan salah satu pengaruh besar Abu Mashar dalam bidang kedokteran di Eropa. Ia menghubungkan masalah kedokteran dengan fenomena luar angkasa lewat teorinya yang disangat populer, yakni Theory of the Great conjunctions. Menurut teori ini, hubungan planet tertentu dapat menyebabkan bencana alam dan politik, tutur Bos. Salah satu bencana besar yang dihubung-hubungkan para dokter di abad ke -14 dengan teori yang dicetuskan Abu Mashar adalah fenomena Black Death. Hal ini menunjukkan betapa pemikiran Abu Mashar begitu berpengaruh terhadap peradaban Barat. Keiji Yamamoto dalam tulisannya tentang sejarah hidup Abu Mashar mengungkapkan, ilmuwan Muslim terkemuka di abad ke-9 M itu terlahir pada 10 Agustus 787 M di Balkh, Persia (sekarang Afganistan). Sejatinya ia memiliki nama lengkap Jafar ibnu Muhammad Abu Mashar al-Balkhi. Selain dikenal dengan sebutan Abu Mashar, atrolog yang satu ini juga biasa disebut dengan panggilan Abulmazar. Abu Mashar adalah seorang ilmuwan serbabisa. Selain dikenal sebagai seorang ahli astrologi (ilmu perbintangan), Abu Mashar juga menguasai matematika, astronomi, dan filsafat Islam. Ia menekuni matematika saat berusia 47 tahun, setelah kenal dan berkecimpung dalam dunia astrologi. Ia merupakan murid dari seorang guru yang sangat legendaris, yakni al-Kindi, ilmuwan Muslim di abad ke-8 M. Seperti sang guru, nama Abu Mas'har begitu populer di dunia Barat. Abu Ma'shar telah berjasa menyatukan pelajaran ilmu perbintangan dari berbagai sumber Islam yang luas. Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar juga merupakan salah satu orang yang berperan sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Sayangnya, tak banyak umat Islam di era modern yang mengetahui kisah hidup Abu Mashar. Para sejarawan sains pun sangat jarang mengupas kisah hidup sang ilmuwan. Tak heran, jika banyak hal dalam sejarah hidup sang ilmuwan yang masih misterius dan menjadi perdebatan di kalangan sejarawan. Menurut Yamamoto, Abu Ma'shar terkenal dengan karya astrologinya. Yamamoto menuturkan, Abu Ma'shar pernah menulis tentang ilmu perbintangan, termasuk tabel astronomi. Ada beberapa pertanyaan mengenai tanggal kelahiran dan kematiannya, karena pendahulunya mengetahuinya hanya semata-mata berdasarkan pada kutipan horoskop (zodiak) yang tak dikenal dalam bukunya yang berjudul The Revolutions of the Years of Nativities, papar Yamamoto. Sejarah hidup Abu Ma'shar, tutur Yamamoto , ditulis seorang sejarawan pada abad ke-10 M bernama Ibnu al-Nadim (wafat 995/998 M). Salah satu misteri yang belum terungkap secara pasti tentang Abu Ma'shar adalah tahun wafatnya. Yamamoto memperkirakan, Abu Ma'shar wafat di Irak pada tahun 886 M. 
Sementara itu, al-Biruni (973-1048M) dalam karyanya bertajuk Chronology of the Ancient Nation menuturkan bahwa Abu Ma'shar masih melakukan pengamatan astrologi pada 892 M atau enam tahun sesudah tahun kematian yang disebutkan oleh para sejarawan. Al-Biruni dalam karyanya Book of Religions and Dynasties juga mengambil referensi dari karya Abu Ma'shar mengenai posisi bintang yang ditulis pada 896/897 M.Karya tersebut ditulis Abu Ma'shar ketika berusia lebih dari 100 tahun. Ibnu al-Nadim dalam karyanya Fihrist mengungkapkan bahwa Abu Ma'shar merupakan ilmuwan dan filsuf yang menentang pandangan Helenistik. Pandangan Abu Ma'shar ini kemudian dimanfaatkan al-Biruni untuk memetahkan pendapat filsuf Islam sebelumnya yakni al-Kindi (801-873 M). Ketenaran Abu Ma'shar sebagai ahli astrologi hebat di istana Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad membuat namanya masuk dalam cerita tentang astrologi. Bahkan, Ibnu Tawus (1193n1266 M) mengumpulkan beberapa anekdot Abu Ma'shar dalam karyanya berjudul Faraj al-Mahmum (Biografi Para astrolog) . Sayangnya, nyaris semua karya Abu Ma'shar dalam astronomi telah hilang, dan hanya karya astrologinya dalam bahasa Arab yang masih tersisa. Nama Abu Ma'shar tampaknya lebih populer di dunia Barat, ketimbang di dunia Islam modern. Nyaris tak ada pelajaran yang diajarkan di sekolah di Indonesia yang menyebut nama dan kontribusi Abu Ma'shar di era kekhalifahan. Sungguh sangat ironis.

Kontribusi Sang Astrolog
Siapa yang membaca akan mengetahui. Siapa yang menulis tak akan pernah mati. Peribahasa orang Prancis itu menemukan faktanya. Meski Abu Ma'shar telah tiada belasan abad silam, namun namanya tetap dikenang dan diperbincangkan kalangan ilmuwan, khususnya di dunia Barat. Salah satu buku yang ditulis Charles Burnett bertajuk Abu Ma'shar: The abbreviation of the Introduction to Astrology merupakan bukti betapa pemikiran sang ilmuwan masih dianggap penting oleh dunia Barat. Richard Lemay dalam karyanya berjudul Abu Ma'shar dan Latin Aristotelianism di Twelfth Century, The Recovery of Aristoteles Natural Philosophy melalui Iranian Astrology, masih tertarik dengan pemikiran sang astrolog Muslim. Dalam bukunya itu Lemay berargumentasi bahwa tulisan Abu Ma'shar sangat mirip dengan salah satu karya terpenting teori Aristoteles tentang alam. Salah satu karya Abu Ma'shar dalam bidang astrologi yang sangat berpengaruh berjudul Kitab al-Mudkhal al-Kabir. Kitab ini terdiri dari 106 bab. Karyanya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1133 M dan tahun 1140 M. Selain itu, buku yang ditulis Abu Mafshar pun diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Tak heran, jika buah pikir Abu Mafshar telah memiliki pengaruh yang signifikan kepada anggota filsafat Barat, salah satunyai Albert The Great. 
Abu Ma'shar juga menulis sebuah versi singkat dalam mengenalkan karyanya Kitab Mukhtafar alfMudkhal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Adelard of Bath. Buku lainnya yang ditulis Abu Ma'shar yang terkenal dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul Introductorium di Astronmiam. Buku itu merupakan terjemahan dari kitab berbahasa Arab yakni Kitab al-Mudkhal al-Kabir ila eIlm Ahkam Annujjum, yang ditulis Abu Ma'shar di Baghdad pada 848 M. Kali pertama, kitab itu dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin oleh John of Seville pada 1133 M, dan selanjutnya, literatur dibuat lebih sedikit dan singkat oleh Herman of Carinthia pada 1140 M. Karya lainnya yang ditulis Abu Ma'shar adalah sejarah astrologi yang memperkenalkan tradisi Sasaniah . Ini dibuat pada era kekuasaan Khalifah al-Mansur, khalifah kedua pada dinasti Abbasiyah. Ini merupakan bagian strategi politik al-Mansur untuk memberikan sebuah yayasan untuk lahirnya dinasti baru, dan tentu saja itu digunakan paling efektif antar Dinasti Abbasiyah sebelumnya. 
Buku Abu Ma'shar yang monumental dalam kategori sejarah adalah Kitab al-Milal wa-l-Duwal ( kitab tentang agama-agama dan dinasti). Buku itu terdiri dari delapan bagian dalam 63 bab. Karyanya yang satu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibaca oleh Roger Bacon, Pierre dfAilly, dan Pico della Mirandola (1463n1494 M). Pemikiran Abu Ma'shar ini tentunya juga dibahas dalam karya besar mereka.  Astronomi Abu Ma'shar mengembangkan model planet yang beberapa penafsiran sebagai sebuah model heliosentris. Ini menunjukkan pada revolusi orbital planet diberikan sebagai revolusi heliosentris lebih baik dari pada revolusi geosentris dan hanya diketahui teori planet di kejadian ini dalam teori heliosentris. Karyanya dalam teori planet tidak dapat bertahan, tapi data astronomnya terakhir direkam oleh al-Hashimi dan al-Biruni, jelas Bartel Leendert van der Waerden dalam karyanya The Heliocentric System di Yunani, Persia dan Hindu Astronomi.


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi