Home » » PENULIS ILMU GEOGRAFI PERTAMA

PENULIS ILMU GEOGRAFI PERTAMA

Written By el_mlipaki on Rabu, 09 Mei 2012 | 11.29



Bagaimanakah manusia sekarang jika tanpa peta. Ketika bepergian tidak lagi mengetahui arah dan situasi di mana posisi berada, hendak kemana dan dari arah mana. Pastinya peta dan kompas menjadi alat bantu yang sangat berguna. Banyak profesi seseorang yang menggunakan jasa dari ilmu geografi yang diantaranya peta, misalkan; pilot, nahkoda, astronout, bahkan seorang musafirpun akan sangat terbantu untuk mengetahui arah mata angin.
Dalam kaitan ilmu geografi, sejarah mencatat seorang Muslim bernama al-Ya'qubi yang hingga kini pun karya-karya mereka masih menjadi bahan referensi di bidang ilmu geografi. Dia hidup di Baghdad pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah, al-Mu'tamid (257 H/870 M - 279 H/892 M).Selain pakar pada bidang geografi, al-Ya'qubi juga dikenal sebagai seorang sejarawan dan pengembara.
Tidak diketahui secara pasti tanggal lahir dari tokoh bernama lengkap Ahmad bin Abi Ya'qub Ishaq bin Ja'far bin Wahab bin Waddih ini. Hanya yang jelas, kakeknya adalah seorang maula '(budak) khalifah Abbasiyah, al-Mansur.
Kariernya terbilang cukup cemerlang di pemerintahan. Ia misalnya pernah menjadi sekretaris al-khalifah (negara) Abbasiyah. Ia juga sempat mengadakan pengembaraan panjang ke Armenia, Transoksania (Asia Tengah), Iran, India, Mesir, Hedzjaz (Hijaz) serta Afrika Utara. Dalam pengembaraannya tersebut banyak informasi tentang sejarah dan geografis yang ia peroleh.

Kitab Geografi Tertua
Berdasarkan pengalamannya pergi ke sejumlah negara, maka pada tahun 891 al-Ya'qubi menulis sebuah buku berjudul Kitab al-Buldan (Buku Negeri-negeri). Buku ini termasuk kitab yang tertua dalam sejarah ilmu geografi dunia. Karenanya, buku tersebut pun lantas diterbitkan kembali oleh sebuah penerbit di Leiden, Belanda, dengan mengambil judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya'qubi historiae.
Misteri sebuah tempat, memikat hati Yaqubi ini. Ilmuwan yang lahir di Asia Kecil ini, kemudian menelusuri dan menyingkap beragam tempat yang ia kun jungi dan dikisahkan oleh orang-orang yang ia jumpai setelah melakukan sebuah perjalanan. Ketertarikan Yaqubi, demikian ia sering dipanggil, membuahkan sejumlah karya dalam bidang yang kemudian akrab disebut geografis . Paling tidak ada dua karya yang melambungkan namanya, yaitu Mujam al-Udaba atau Kamus Orang-orang Terpelajar. Sedangkan buku lainnya yang secara khusus membicarakan tentang bidang yang ia kuasai, geografis, berjudul Muajam al-Buldan atau Kamus Negara-negara. 
Dua karya tersebut memiliki ketebalan sampai 33.180 halaman. Mujam al-Buldan, merupakan sebuah ensiklopedia geografis yang lengkap, yang mengambil hampir seluruh wilayah yang ada di abad pertengahan dan kejayaan Islam. Dalam menjelaskan sebuah tempat, Ya’qubi memasukkan hampir seluruh aspek yang terkait tempat tersebut. Ya’qubi menguraikan tentang aspek arkeologi, etnografi, antropologi, ilmu alam, geografis, dan koordinat dari setiap tempat yang ia jelaskan dalam ensiklopedianya itu. Bahkan, ia juga memberikan nama untuk setiap kota, menginformasikan monumen dan bangunan megah di kota itu. Tak lupa pula, Ya’qubi mengisahkan tentang sejarah sebuah tempat, populasi, sampai figur atau sosok ternama dari tempat atau kota yang ia jelaskan. 

Ketelitian
Untuk mendapatkan informasi perinci yang ia gunakan dalam ensiklopedianya itu, ia melangkahkan kakinya ke sejumlah wilayah. Ya’qubi bepergian ke Persia, Arabia, Irak, dan Mesir. Ia sendiri saat itu menetap di Allepo, Suriah. Ia membangun relasi dan pertemanan dengan para geografer dan sejarawan. Ia mengorek kumpulan fakta dari mereka dan juga para wisatawan. Namun, hal yang paling penting dan ini menjadi ruh dalam ensiklopedianya itu, ia menuliskan fakta-fakta yang dikumpulkan dari perjalanan-perjalanan yang ia lakukan sendiri dan dari orang yang ia temui saat ia melakukan sebuah perjalanan. Selain itu, Ya’qubi juga sepenuhnya memahami dengan beragam konsep para geografer Muslim sebelumnya bahwa mereka tak hanya menguasai geografis, tetapi juga mengaitkannya dengan sejumlah bidang ilmu lainnya. Seperti, matematika dan fisika. Semua itu, Ya’qubi tuangkan pula dalam karyanya. Bahkan, dalam bab tambahan di dalam ensiklopedianya itu, ia terlebih dahulu membahas mengenai istilah yang ia gunakan dalam karyanya itu dan istilah-istilah geografis yang tersebar di dalamnya. 
Untuk melengkapi dan memperkaya data, Ya’qubi memanfaatkan hasil kerja dari ilmuwan-ilmuwan sebelumnya. Namun, ia bersikap kritis terhadap data-data yang ia gunakan. Ia melakukan koreksi atas data yang ingin ia gunakan jika memang dibutuhkan. Bahkan, Ya’qubi dikenal sebagai ilmuwan yang sangat ketat dengan data dan fakta yang ingin ia gunakan dalam karyanya. Hasil kerjanya, merupakan akhir dari sebuah proses ketat yang ia lakukan. Semua data dan fakta ia teliti. Fakta yang dinilai tak valid, ia buang. Ya’qubi sangat berpegang pada akurasi dan ketelitian informasi. Tak heran jika dalam situs Muslimheritage, disebutkan bahwa Mujam al-Buldan sampai sekarang dianggap sebagai sumber referensi yang sangat bagus. 
Dalam karyanya itu, Ya’qubi juga melihat adanya hubungan erat antara geografis dan sejarah. Ia menekankan pula peran ortografi atau sistem penulisan dari tempat-tempat yang ia gambarkan dalam karya ensiklopedianya itu. Selain itu, pengaturan alfabet dalam karyanya, merupakan upaya untuk memberikan ejaan yang tepat mengenai nama-nama tempat, posisi geografisnya, batas, pegunungan, padang pasir , laut, dan pulau-pulau yang ada di suatu tempat. Ya’qubi juga menyematkan nama pada setiap tempat, nama aslinya, termasuk anekdot, dan fakta-fakta penting lainnya yang terkait tempat yang ia jelaskan itu. Ia memberikan catatan pula, para penulis sebelumnya tak memiliki perhatian memadai soal ejaan sebuah tempat. Tak hanya itu, Ya’qubi juga menilai mereka menyebutkan lokasi yang tepat tentang sejumlah tempat. Ini membuat banyak ilmuwan salah mendapatkan informasi dari catatan-catatan yang dihasilkan oleh sejumlah ilmuwan terdahulu. 

Berreferensikan Al Qur’an
Ya’qubi juga menegaskan, karya ensiklopedianya itu tak hanya bermanfaat bagi Muslim dalam bepergian. Apa yang ia tulis juga terinsipirasi ajaran Alquran. Ia yakin bahwa karyanya bukan hanya berguna bagi para wisatawan, tapi juga untuk para hakim, teolog, sejarawan, dan dokter. Dalam karya lainnya, yang dalam bahasa Inggris berjudul Dictionary of Men of Letters, Ya’qubi menuliskan pandangannya. Ia membedakan antara orang terpelajar dengan ilmuwan. Ia mengatakan, orang terpelajar memilih dari segala bahan kemudian menyusunnya. Sedangkan ilmuwan, ungkap Ya’qubi, adalah seseorang yang memilih cabang ilmu pengetahuan tertentu kemudian mengembangkannya. Ia juga menekankan pada penggunaan atau manfaat. Dalam konteks ini, ia mengutip seorang ilmuwan bernama Ali Ibnu al-Hasan. Jika ilmuwan tak berpikir tentang penggunaan dan hasil kerja, ujar Ya’qubi, itu akan menjadi awal bagi terwujudnya manipulasi terhadap ilmu pengetahuan. Dengan persepsinya itu, ia kemudian menuntaskan Mu'jam al-Udaba. 
Di sisi lain, Ya’qubi juga berpandangan bahwa ilmu pada kekuasaan. Ia menuliskan pandangannya itu dalam Mu'jam al-Udaba, melalui sebuah kisah Khalifah Al-Mutamid. Suatu pagi, khalifah berjalan di taman dan mengangkat Tsabit Ibnu Qurra dengan tangganya. Lalu, Khalifah Al-Mutamid, menjatuhkan Tsabit secara perlahan. Dan ini membuat Tsabit bertanya. Ada apa tuan? tanya Tsabit. Khalifah pun kemudian menjawab, tanganku ada di atasmu, namun ilmu pengetahuan lebih tinggi lagi, katanya. Dalam karyanya tersebut, Ya’qubi ingin menjelaskan bahwa dalam persepsi Muslim, tingkatan ilmu pengetahuan lebih tinggi dibandingkan kekuatan politik.


Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi