Home » » Ceramah Rhoma Dalam Kacamata Syari’at

Ceramah Rhoma Dalam Kacamata Syari’at

Written By el_mlipaki on Kamis, 09 Agustus 2012 | 10.52


Dalam Islam segala tata aturan telah ditentukan sejak bagun tidur sampai tidur lagi terdapat aturan yang telah disyari’atkan, begitu pula dengan kegiatan sekelas pemilihan pemimpin. Islam sendiri telah menyampaikan seperti yang disampaikan dalam al Qur’an surat al Maidah ayat 51: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” Apa yang disampaikan oleh Rhoma dalam ceramahnya merupakan hal yang wajar untuk dia lakukan mengingat posisinya sebagi seorang mubaligh yang menyerukan kebenaran, menyerukan kalimat-kalimat Alloh SWT. Kasus yang sedang menyakngkutnya tidak lain karena bertepatan dengan adanya salah satu kandidat Cagub/ Cawagub yang non-muslim. Hal inipun sebenarnya juga dilakukan oleh pemuka agama-agama lain kepada umatnya seperti dukungan rakyat Kalimantan Barat terhadap Gubernurnya yang non Muslim yaitu Cornelius, itupun tidak pernah tersangkut kasus SARA. Kewajiban Berda’wah Pada dasarnya, setiap individu muslim diperintahkan untuk melaksanakan dakwah Islam sesuai dengan tingkat kemampuannya. Sebab, setiap individu muslim adalah mukallaf yang dibebani dengan sejumlah hukum syariat. Diantara hukum syariat yang dibebankan Allah adalah dakwah. Oleh karena itu seorang muslim wajib mengemban dakwah Islam sesuai dengan batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat, baik kepada muslim maupun non muslim. Ketentuan semacam ini didasarkan pada firman Allah swt: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung" (QS. Al-Imran: 104) , "Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari paling munkar, dan beriman kepada Allah. Jika Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik .” QS. Al-Imran: 110) Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil yang jelas tentang kewajiban dakwah pada setiap Mukmin dan Muslim. Bahkan, Allah mengancam siapa saja yang meninggalkan dakwah Islam, atau berdiam diri terhadap kemaksiyatan dengan "tidak terkabulnya doa". Bahkan, jika di dalam suatu masyarakat, tidak lagi ada orang yang mencegah kemungkaran, niscaya Allah akan mengadzab semua orang yang ada di masyarakat tersebut, baik ia ikut berbuat maksiyat maupun tidak. Pernyataan ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa hukum dakwah adalah wajib, bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang terkandung di dalam nash-nash yang berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk pasti. Indikasi yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti adalah, adanya siksa bagi siapa saja yang meninggalkan dakwah. Ini menunjukkan, bahwa hukum dakwah adalah wajib. Begitu halnya sebagai muslim, setiap orang beragama Islam terkena kewajiban untuk taat menjalankan syariat Islam yang merupakan perintah Allah SWT yang harus ditaati. Pelanggaran terhadap syariat Islam berarti sama juga dengan melanggar perintah Allah SWT. Ini adalah ketentuan bagi setiap orang Islam, dan dalam hal ini tidak ada ruang untuk tawar menawar. Masalah akan timbul apabila sebuah produk Undang-Undang buatan manusia (dalam kasus ini UU Pemilu) ternyata tidak sejalan dengan syari’at Islam yang merupakan perintah Allah SWT. Perintah terhadap setiap pribadi muslim untuk tidak memilih pemimpin yang tidak beragama Islam adalah ‘Perintah Allah SWT’ dalam kitab suci Al-Qur’an kepada kaum muslimin. Bagi seorang muslim, perintah Allah SWT adalah hal yang harus ditaati dan tidak bisa ditawar. Dalam kasus ini, Rhoma Irama hanya menyampaikan ayat suci Al-Qur’an yang mengandung perintah Allah tersebut. Maka apabila ada UU Pemilu yang tidak sejalan dengan perintah Allah SWT, hal itu tentunya kembali kepada pribadi setiap muslim, apakah memilih taat kepada perintah Allah SWT, atau melanggar perintah itu dengan segala konsekwensinya di dunia dan di akhirat.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Baris Iklan

BARIS IKLAN

BARIS IKLAN
Agen Tafsir Al Qur'an Al Ibriz Bahasa Jawa Tulisan Latin Semarang

Mengenai Saya

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi