1. Mari kita
renungi firman-Nya yang berbunyi, "dari jenismu sendiri." Istri adalah manusia yang mulia di mana terjadi persamaan jenis antara dirinya dan suami, sedangkan laki-laki memiliki tingkatan Qiwâmah (kepempimpinan) atas wanita (baca: An Nisa: 34) Kepemimpinan suami bukan artinya bertindak otoriter dengan membungkam pendapat orang lain (istri, red). Kepemimpinannya itu ibarat rambu lalu lintas yang mengatur perjalanan tetapi tidak untuk memberhentikannya. Karena itu, kepemimpinan laki-laki tidak berarti menghilangkan peran wanita dalam berpendapat dan bantuannya di dalam membina keluarga.
2. Rasa aman, ketenteraman dan kemantapan dapat membawa keselamatan bagi anak-anak dari setiap hal yang mengancam eksistensi mereka dan membuat mereka menyimpang serta jauh dari jalan yang lurus, sebab mereka tumbuh di dalam suatu 'lembaga' yang bersih, tidak terdapat kecurangan maupun intervensi, di dalamnya telah jelas hak-hak dan arah kehidupan, masing-masing individu melakukan kewajibannya sebagaimana sabda Rasulullah SAW , "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." Kepemimpinan sudah ditentukan dan masing-masing individu sudah rela terhadap yang lainnya dengan tidak melakukan hal yang melampaui batas. Inilah makna firman-Nya dalam surat an-Nisa’ ayat 34.
3. Masing-masing pasangan suami-istri harus saling menghormati pendapat yang lainnya. Harus ada diskusi yang didasari oleh rasa kasih sayang tetapi sebaiknya tidak terlalu panjang dan sampai pada taraf berdebat. Sebaiknya pula salah satu mengalah terhadap pendapat yang lain apalagi bila tampak kekuatan salah satu pendapat, sebab diskusi obyektif yang diasah dengan tetesan embun rasa kasih dan cinta akan mengalahkan semua bencana demi menjaga kehidupan rumah tangga yang bahagia.
4. Rasa kasih dan sayang yang tertanam sebagai fitrah Allah SWT di antara pasangan suami-istri akan bertambah seiring dengan bertambahnya kebaikan pada keduanya. Sebaliknya, akan berkurang seiring menurunnya kebaikan pada keduanya sebab secara alamiah, jiwa mencintai orang yang memperlakukanya dengan lembut dan selalu berbuat kebaikan untuknya. Nah, apalagi bila orang itu adalah suami atau isteri yang di antara keduanya terdapat rasa kasih dari Allah SWT , tentu rasa kasih itu akan semakin bertambah dan menguat. Rasulullah SAW bersabda, "Dunia itu adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangannya adalah wanita shalihah."
5. Efek terbaik yang didapat dari rumah tangga Nabawi adalah terjaganya hak dalam hubungan suami-istri baik saat hidup maupun setelah mati. Hal ini dapat terlihat dari ucapan istri Rasulullah SAW tercinta, 'Aisyah RA yang begitu cemburu terhadap Khadijah RA , istri pertama beliau padahal ia sudah wafat dan belum pernah dilihatnya. Hal itu semata karena beliau sering mengingat kebaikan dan jasanya. Semoga Allah SWT menjadikan rumah tangga kaum Muslimin rumah tangga yang selalu diliputi sakinah, mawaddah dan rahmah. Dan hal ini bisa terealisasi, manakala kaum Muslimin kembali kepada ajaran Rasul mereka dan mencontoh kehidupan rumah tangga beliau.
0 komentar:
Posting Komentar