Pernahkah anda berada dalam posisi tertekan karena menjadi
objek ejekan, intimidasi, atau dipermalukan misalnya. Perasaan dongkol, marah,
dan ingin berontak biasanya akan menghinggapi dirinya, dalam istilah psikologi
fenomena ini disebut sebagai bullying. Kasus bullying kerap terjadi di
lingkungan anak terutama di sekolah. Perawakan tubuh yang terlalu gemuk atau
terlalu kurus hingga status sosial kerap menjadi 'bahan bullying'.
Bunuh diri merupakan tragedi rumit yang meninggalkan banyak
pertanyaan. Sebuah studi baru yang dipublikasikan belum lama ini dalam Archives
of Pediatrics & Adolescent Medicine, dan dipresentasikan pada pertemuan
tahunan American Academy of Pediatrics, di New Orleans, menyebut ada berbagai
bentuk pelecehan dan bullying terkait dengan munculnya pikiran bunuh diri pada
anak dan remaja. Para peneliti
menggelar survei kepada anak dan remaja berumur 10-17 tahun. Para responden
diwawancara melalui telepon sebanyak dua kali pada 2008 dan 2010. Nah, salah
satu pertanyaan dalam survei adalah: 'berapa kali kamu ingin bunuh diri?
Secara kasar didapat data 1 dari 23 anak setidaknya sekali
dalam hidupnya memiliki keinginan untuk bunuh diri. Di-bully, diserang, diancam
secara fisik dan dijadikan 'korban' oleh teman-temannya dalam waktu 12 bulan ke
belakang menimbulkan keinginan untuk bunuh diri meningkat hingga dua kali.
Sedangkan mereka yang mengalami berbagai jenis kekerasan seksual, memunculkan
keinginan bunuh diri lebih dari tiga kali lipat. Masih jelas kita ingat dalam
kasus meninggalnya Putri Erlina seorang gadis (16 tahun) di Aceh yang bunuh
diri dengan indikasi karena menahan malu setelah dirinya diberitakan sebagai
pelacur oleh media. Lantas apa yang salah?
Menurut psikolog Dr. Dian
P. Aldilla, Psi. Bullying berasal dari kata Bully, yaitu
suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya “ancaman” yang dilakukan
seseorang terhadap orang lain (yang umumnya lebih lemah atau “rendah” dari
pelaku), yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya (korban disebut bully
boy atau bully girl) berupa stress (yang muncul dalam bentuk gangguan fisik
atau psikis, atau keduanya; misalnya susah makan, sakit fisik, ketakutan,
rendah diri, depresi, cemas, dan lainnya. Dalam kondisi yang lebih ekstrim,
orang atau anak yang menjad target bullying kerap terlintas dalam benaknya
untuk bunuh diri).
Berpikir bunuh diri atau ingin bunuh diri tidak selalu
menyebabkan para responden berusaha untuk bunuh diri. Namun hal ini menjadi
peringatan penting bahwa kecemasan dan depresi berlebihan bisa memunculkan
keinginan bunuh diri. Menjadikan anak sebagai target bullying lebih
berbahaya jika dilakukan oleh orang dewasa ketimbang teman-temannya. Menurut
penelitian, jika seorang anak mendapat kekerasan secara fisik maupun emosional
dari orang tua atau pengasuhnya bisa membuat keinginan bunuh diri meningkat
hingga empat kali.
Solusi
Dalam hal ini orangtua
memiliki peran strategis untuk bisa meredam efek negativ ketika anak menjadi
target bullying. Jika menemukan ciri-ciri seperti di atas, langkah yang harus
dilakukan orangtua di antaranya:
1.
Berbicara dengan orangtua si anak yang melakukan bully
terhadap anak anda.
2.
Mengingatkan sekolah tentang masalah seperti ini.
3.
Datangi konseling profesional untuk ikut membantu mengatasi
masalah ini.
Jika tindakan kekerasan
ini masih terus berlanjut dan tidak ada respons yang baik dari sekolah, pikirkanlah
cara lain. Salah satu pilihan, jika memungkinkan, pindahkan sekolah anak Anda.
Dalam situasi yang ekstrim, mungkin perlu menghubungi polisi atau meminta
perlindungan. Namun, hal yang paling penting adalah mendengarkan komplain anak
dan tetaplah membuka komunikasi kepada mereka. Bullying tidak boleh diabaikan mengingat dampak psikis dan mental
terhadap anak sangat besar.
0 komentar:
Posting Komentar