$¨Br'sù
ß`»|¡RM}$#
#sÎ)
$tB
çm9n=tGö/$#
¼çm/u
¼çmtBtø.r'sù
¼çmyJ¨ètRur
ãAqà)usù
úÎn1u
Ç`tBtø.r&
ÇÊÎÈ !$¨Br&ur
#sÎ)
$tB
çm9n=tGö/$#
uys)sù
Ïmøn=tã
¼çms%øÍ
ãAqà)usù
þÎn1u
Ç`oY»ydr&
ÇÊÏÈ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia
dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah
memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia
berkata: “Tuhanku menghinakanku“.
(QS. Al Fajr:
15-16)
Sebagai
seorang anak tunggal seorang juragan di desa Rendi merasa tidak ada yang bisa
menyaingi kemewahan yang dimiliki keluarganya bahkan lurah desanya sekalipun.
Rumahnya yang laksana gedung dan kendaraannya yang berlebih sering menjadi
ajang pamernya, bahkan untuk pergi ke masjidpun Rendi menggunakan mobilnya
meskipun jarak tempuhnya tidak ada lima menit dari rumahnya bila ditempuh
dengan jalan kaki. Dengan segala kekayaan itu Rendipun merasa bahwa Allah
benar-benar memulyakannya.
Suatu
ketika seluruh usaha bisnis ayah Rendi naas, hutang sana-sinipun menjadi
rutinitasnya untuk menutup seluruh kerugian yang menimpa keluarganya. Lantas semua
asetpun juga tak luput dijual termasuk mobil kesayangan rendi, dan itupun belum
cukup karena ternyata hutang ayah Rendi telah menggunung. Kini Rendi hanya bisa
meratapi nasib, kemana-mana hanya bisa jalan kaki setelah seluruh kekayaan
ayahnya ludes, makanpun seadanya. Orang-orang tak ada lagi yang menyapa dia
karena dulu ketika sedang kaya begitu sombongnya kepada tetangganya. Dalam
ratapannya, Rendi bergumam dalam hati, “mengapa Allah begitu merendahkan
derajatku di hadapan orang-orang dengan semua kerugian ini?”
Betapa
banyak orang disekitar kita bahkan kadang kita sendiri yang bersikap tak jauh
beda seperti dalam petikan kisah di atas. Berbangga ketika lapang dan
menggerutu ketika sempit, padahal semua itu hanyalah sebuah ujian dari Allah
SWT.
Penjelasan Ulama
Dalam
kitab tafsirnya Ath Thobari menjelaskan, “Adapun manusia ketika ia diuji
oleh Rabbnya dengan diberi nikmat dan kekayaan, yaitu dimuliakan dengan harta
dan kemuliaan serta diberi nikmat yang melimpah, ia pun katakan, “Allah
benar-benar telah memuliakanku.” Ia pun bergembira dan senang, lantas ia katakan,
“Rabbku telah memuliakanku dengan karunia ini.”
Kemudian
Ath Thobari menjelaskan, “Adapun manusia jika ia ditimpa musibah
oleh Rabbnya dengan disempitkan rizki, yaitu rizkinya tidak begitu banyak, maka
ia katakan bahwa Rabbnya telah menghinakan atau merendahkannya. Sehingga ia pun
tidak bersyukur atas karunia yang Allah berikan berupa keselamatan anggota
badan dan rizki berupa nikmat sehat pada jasadnya.”
Begitupula
Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas, “Dalam ayat tersebut,
Allah Ta’ala mengingkari orang yang keliru dalam memahami maksud
Allah meluaskan rizki. Allah sebenarnya menjadikan hal itu sebagai ujian. Namun
dia menyangka dengan luasnya rizki tersebut, itu berarti Allah memuliakannya.
Sungguh tidak demikian, sebenarnya itu hanyalah ujian. Sebagaimana
Allah Ta’ala berfirman,
“Apakah
mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu
(berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka?
Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS.
Al Mu’minun: 55-56)
Sebaliknya,
jika Allah menyempitkan rizki, ia merasa bahwa Allah menghinangkannya.
Sebenarnya tidaklah sebagaimana yang ia sangka. Tidaklah seperti itu sama
sekali. Allah memberi rizki itu bisa jadi pada orang yang Dia cintai atau pada
yang tidak Dia cintai. Begitu pula Allah menyempitkan rizki pada pada orang
yang Dia cintai atau pun tidak. Sebenarnya yang jadi patokan ketika
seseorang dilapangkan dan disempitkan rizki adalah dilihat dari ketaatannya
pada Allah dalam dua keadaan tersebut. Jika ia adalah seorang yang
berkecukupan, lantas ia bersyukur pada Allah dengan nikmat tersebut, maka
inilah yang benar. Begitu pula ketika ia serba kekurangan, ia pun bersabar.”
Antara Mukmin dan Kafir
Sifat
yang disebutkan dalam surat ini (Al Fajr ayat 15-16) adalah sifat orang kafir.
Maka sudah patut untuk dijauhi oleh seorang muslim.
Al
Qurthubi mengatakan, “Sifat yang disebutkan dalam (Al Fajr ayat
15-16) adalah sifat orang kafir yang tidak beriman pada hari berbangkit.
Sesungguhnya kemuliaan yang dianggap orang kafir adalah dilihat pada banyak
atau sedikitnya harta. Sedangkan orang muslim, kemuliaan menurutnya adalah
dilihat pada ketaatan pada Allah. Jika Allah memberi rizki baginya di dunia, terhadap
rizki itu dengan memanfaatkan sebagian hartanya untuk ketaatan, bukan bermewah
atau mubazir.”
Syukuri dan Bersabar
Dengan
penjelasan di atas tentunya bisa kita fahami dengan jelas bahwa tidak perlu
merasa iri hati dengan rizki orang lain. Kita dilapangkan rizki, itu adalah
ujian. Kita disempitkan rizki, itu ujian. Dilapangkan rizki agar kita diuji
apakah termasuk orang yang bersyukur atau tidak. Disempitkan rizki agar kita
diuji termasuk orang yang bersabar ataukah tidak. Maka tergantung kita dalam
menyikapi rizki yang Allah berikan. Tidak perlu bersedih jika memang kita tidak
ditakdirkan mendapatkan rizki sebagaimana saudara kita. Allah tentu saja
mengetahui manakah yang terbaik bagi hamba-Nya. Cobalah pula kita perhatikan
bahwa rizki dan nikmat bukanlah pada harta saja. Kesehatan badan, nikmat waktu
senggang, bahkan yang terbesar dari itu yaitu nikmat hidayah Islam dan Iman, itu pun termasuk nikmat yang patut disyukuri. Semoga
bisa jadi renungan berharga.
Betapa
zalimnya kita ketika diberikan segala nikmat padahal nikmat yang Allah berikan
kepada manusia mencakup aspek lahir dan batin serta gabungan dari keduanya
tetapi kita tidak mau mensyukurinya dengan tidak sombong, bersedekah, dan
berbagi kepada yang membutuhkan. Surat Ar-Rahman menyebutkan berbagai macam
kenikmatan itu dan mengingatkan kepada manusia akan nikmat tersebut dengan
berulang-ulang sebanyak 31 kali, “Maka
nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?”. Namun apabila kita belum
diberikan kesempatan untuk menerima rizki seperti saudara yang lain, maka
bersabar adalah sikap yang terbaik yang harus kita lakukan. Karena justru
ketika kita tidak bersabar maka kita bisa terjerumus pada hal-hal yang tidak
diridhoi Allah SWT, misalnya dengan berkorupsi ataupun berbohong.
Ya
Allah, karuniakanlah pada kami sebagai orang yang pandai besyukur dan bersabar
pada-Mu dalam segala keadaan, susah maupun senang. Sungguh nikmat diberikan
taufik untuk merenungkan Al Qur’an. Dalam Risalah di atas juga menjadi sebuah
nasehat. Nasehat ini pun bisa kepada siapa saja termasuk kepada kami sendiri.
Semoga kita bisa mensyukuri segala nikmat yang Allah SWT limpahkan kepada kita
semua dan bersabar dengan segala ujian yang datang kepada kita termasuk ketika
dalam keadaan lapang dan simpitnya rizki.
0 komentar:
Posting Komentar