$¨B
àáÏÿù=t
`ÏB @Aöqs%
wÎ)
Ïm÷ys9
ë=Ï%u ÓÏGtã ÇÊÑÈ
“Tiada suatu ucapanpun
yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu
hadir.” (QS. Qaaf: 18)
Banyak
dari kita yang suka berbicara, kesana-kemari bahkan dalam setiap kesempatan.
Pembicaraan itu bisa dalam forum-forum kajian ilmu, tentunya hal ini sangat
bermanfaat bahkan dianjurkan untuk dilaksanakan. Tetapi tak sedikit pula yang
banyak bicara namun pada hakikatnya tak ada kemanfaatannya sama sekali,
misalkan berghibah, menggunjing, atau hanya sekedar ngobrol ringan. Dan tahukah
kita bahwa apa yang setiap kita ucapkan atas mulut kita itu akan dicatat oleh
malaikat, sama seperti yang tertera pada ayat di atas.
Ucapan
yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah yang diucapkan oleh manusia, keturunan
Adam. Ucapan tersebut dicatat oleh malaikat yang sifatnya roqib dan ‘atid yaitu
senantiasa dekat dan tidak pernah lepas dari seorang hamba. Malaikat tersebut
tidak akan membiarkan satu kalimat dan satu gerakan melainkan ia akan
mencatatnya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT,
¨bÎ)ur
öNä3øn=tæ
tûüÏàÏÿ»ptm:
ÇÊÉÈ $YB#tÏ.
tûüÎ6ÏF»x.
ÇÊÊÈ tbqçHs>ôèt $tB tbqè=yèøÿs? ÇÊËÈ
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang
mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat
(pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al Infithar: 10-12)
Apakah semua perkataan akan dicatat ?
Tentang
masalah ini para ulama ada dua pendapat. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang
dicatat hanyalah yang bernilai pahala dan dosa. Namun jika kita melihat dari
tekstual ayat, yang dimaksud ucapan dalam ayat tersebut adalah ucapan apa saja,
sampai-sampai ucapan yang mubah sekalipun. Akan tetapi, untuk masalah manakah
yang kena hukuman, tentu saja amalan yang dinilai berpahala dan dinilai dosa.
Sebagian
ulama yang berpendapat bahwa semua ucapan yang bernilai netral (tidak bernilai
pahala atau dosa) akan masuk dalam lembaran catatan amalan, sampai-sampai punya
sikap yang cukup hati-hati dengan lisannya. Cobalah kita saksikan bagaimana
kisah dari Imam Ahmad ketika beliau merintih sakit.
Imam Ahmad
pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam keadaan sakit. Kemudian beliau
merintih kala itu. Lalu ada yang berkata kepadanya (yaitu Thowus, seorang
tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan sakit juga dicatat (oleh
malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad langsung diam, dan beliau
tidak merintih lagi. Beliau takut jika merintih sakit, rintihannya tersebut
akan dicatat oleh malaikat.
Coba
bayangkan bahwa perbuatan yang asalnya wajar-wajar saja ketika sakit, Imam
Ahmad pun tidak ingin melakukannya karena beliau takut perbuatannya tadi
walaupun dirasa ringan masuk dalam catatan malaikat. Oleh karena itu, beliau
pun menahan lisannya. Barangkali saja rintihan tersebut dicatat dan malah
dinilai sebagai dosa nantinya. Barangkali rintihan tersebut ada karena bentuk
tidak sabar.
Namuan
apakah berucap untuk menjelekkan (ghibah) meskipun dalam hati juga akan
dicatat?
Dalam
hal ini Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab: Bahwa isikan hati itu tidak
dianggap. Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih: “Sesungguhnya
Allah memaafkan ummatku yang berbisik dalam jiwanya, selama belum dilakukan
atau diucapkan” (HR. Bukhari Muslim)
Namun,
jika seseorang mengatakan sesuatu dalam hatinya tentang kejelekan si Fulan,
atau berkata dalam hati bahwa si Fulan itu pelit, Fulan itu buruk akhlaknya,
atau di Fulanah itu wanita pelit, yang dapat membuat hatinya sakit, jika ia
tidak jadi melakukannya karena Allah, ia diganjar pahala. Nabi SAW
bersabda:“Jika seorang hamba bermaksud melakukan sebuah kejelekan, lalu ia
tidak jadi melakukannya karena Allah, ganjaran pahala baginya.” (HR. Bukhari
Muslim)
Hanya
bermaksud semata tidak diganjar dosa, karena hal tersebut adalah perbuatan
hati. Namun jika maksud tersebut dilakukan, Allah mengganjar dosa baginya. Jika
baru bermaksud lalu tidak dilakukan, tidak berdosa. Kemudian jika ia tidak jadi
melakukan kejelekan tersebut diniatkan karena takut kepada Allah, ia diganjar
pahala. Inilah karunia dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, juga merupakan bentuk
kemurahan serta kemuliaan-Nya.
Mampukah kita selalu memperhatikan lisan?
Sungguh
nasehat yang amat bagus dari Rasulullah SAW yang seharusnya kita bisa resapi dalam-dalam dan
selalu mengingatnya.
Nabi SAW bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا
يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِى بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu
perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya
dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur
dan barat.” (HR. Muslim no. 2988)
Intinya,
penting sekali bagi kita untuk memperhatikan lisan sebelum berucap. Imam An Nawawi menyampaikan
dalam kitabnya Riyadhush Sholihin nasehat yang amat bagus, “Ketahuilah bahwa sepatutnya setiap orang yang telah dibebani berbagai
kewajiban untuk menahan lisannya dalam setiap ucapan kecuali ucapan yang jelas
maslahatnya. Jika suatu ucapan sama saja antara maslahat dan bahayanya, maka
menahan lisan untuk tidak berbicara ketika itu serasa lebih baik. Karena boleh
saja perkataan yang asalnya mubah beralih menjadi haram atau makruh. Inilah
yang seringkali terjadi dalam keseharian. Jalan selamat adalah kita menahan
lisan dalam kondisi itu.”
Jika
lisan ini benar-benar dijaga, maka anggota tubuh lainnya pun akan baik. Karena
lisan adalah interpretasi dari apa yang ada dalam hati dan hati adalah tanda
baik seluruh amalan lainnya. Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi SAW bersabda,
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ
كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ
بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا
“Bila manusia berada di waktu pagi, seluruh anggota badan akan
patuh pada lisan. Lalu anggota badan tersebut berkata pada lisan: Takutlah pada
Allah bersama kami, kami bergantung padamu. Bila engkau lurus kami pun akan
lurus dan bila engkau bengkok (menyimpang) kami pun akan seperti itu.”
(HR. Tirmidzi)
Hadits ini pertanda bahwa jika lisan itu
baik, maka anggota tubuh lainnya pun akan ikut baik. Ya Allah, tolonglah kami untuk selalu
menjaga lisan kami ini agar tidak terjerumus dalam kesalahan.
0 komentar:
Posting Komentar