Home » » Manusia-Manusia Seperti Keledai

Manusia-Manusia Seperti Keledai

Written By el_mlipaki on Sabtu, 23 November 2013 | 12.57



ã@sVtB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏdJãm sp1uöq­G9$# §NèO öNs9 $ydqè=ÏJøts È@sVyJx. Í$yJÅsø9$# ã@ÏJøts #I$xÿór& 4 }§ø©Î/ ã@sWtB ÏQöqs)ø9$# tûïÏ%©!$# (#qç/¤x. ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# 4 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÎÈ
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. Al Jumu’ah : 5)
Kita tahu bagaimana orang-orang Yahudi dengan keangkuhan dan kesombongan atas klaim kecerdasan yang mereka miliki. Bagaimana pula kita tahu atas banyak kerusakan-kerusakan dimuka bumi ini yang turut dilakukan oleh mereka. Dengan ayat di atas kita menjadi faham bagaimana sikap buruk yang dimiliki oleh umat Yahudi, dan Allah SWT telah menyebutkan ayat ini setelah memberitakan anugerah besar yang diterima umat berupa diutusnya seorang Nabi akhir zaman di tengah mereka dengan mengemban risalah terbaik sepanjang masa
Tidak saja mengabaikan kandungan kitab suci, mereka juga mengotak-atik dan merubahnya sesuai dengan hawa nafsu. Imam Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya, “Allah SWT menyampaikan celaan bagi kaum Yahudi yang telah diberi Taurat untuk diamalkan, namun mereka tidak menunaikannya. Perumpamaan mereka dalam hal itu tak ubahnya seperti keledai yang membawa kitab-kitab, keledai tidak mengetahui apa yang terdapat padanya sekalipun dia memikulnya. Demikian pula (kaum Yahudi) dalam membawa kitab suci yang dikaruniakan kepada mereka, mereka hanya menghafal teks-teksnya saja, tanpa memahami dan tidak pula mengamalkan substansinya. Justru mereka menyelewengkannya, menyimpangkan serta merubahnya. Dengan itu mereka menjadi lebih buruk daripada keledai. Karena keledai tidaklah berakal,
sementara mereka memiliki akal namun tidak mempergunakannya....”.
Hidayah akan sulit datang kepada mereka karena sifat kezhaliman sangat melekat pada diri mereka. Karena itu, di akhir ayat, Allah SWT berfirman:  “Dan Allah tiada memberikan hidayah bagi kaum yang zhalim”. (QS. Al Maidah: 51)
Menurut Ath-Thabari maksud dari ayat itu bahwa Allah SWT tidak akan membimbing dan memberikan hidayah taufik kepada orang-orang yang menzhalimi diri mereka sendiri dengan mengkufuri ayat-ayat Allah mereka dikarenakan sifat kezhaliman dan pembangkangan masih menjadi karakter yang melekat pada mereka.
Perumpamaan yang sangat buruk
Seperti telah dikemukakan di atas, Allah SWT menyerupakan bangsa Yahudi dengan keledai yang termasuk jenis binatang yang bodoh dan tidak disukai manusia. Sudah tentu, permisalan tersebut betul-betul mengandung celaan bagi bangsa Yahudi. Syaikh al-`Utsaimin rahimahullah menegaskan, “Sesungguhnya Allah SWT tidaklah menyerupakan manusia dengan jenis binatang melainkan dalam konteks celaan dan hinaan. Sebagaimana firman ayat di atas yang menyebutkan penyerupaan dengan keledai, dan ayat lain yang menyebutkan penyerupaan dengan anjing.”
Begitu pula, Rasulullah SAW menggunakan binatang sebagai perumpamaan untuk maksud yang sama (cercaan), seperti sabda beliau berikut ini: “Seorang yang menarik kembali (hadiah) pemberiannya, maka dia tak ubahnya seperti seekor anjing yang muntah kemudian menelan kembali muntahannya itu.” (HR. Bukhari Muslim)
Berbagai sikap manusia terhadap ayat-ayat Allah SWT
Setelah menjelaskan kandungan makna ayat di atas, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjabarkan ragam sikap dan reaksi manusia dalam berinteraksi dengan ayat-ayat Allah SWT sebagai petunjuk: 
Pertama: yang menerimanya secara lahir dan batin. Mereka ada dua macam: 
1.      Orang-orang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Mereka itulah para ulama yang memahami dengan baik dan benar tentang maksud-maksud ayat-ayat Allah SWT, selanjutnya mereka dapat memetik intisari pelajaran serta rahasia hikmah yang terkandung di dalamnya. 
2.      Orang-orang yang menjaga kitab SWT, mengingat serta menyampaikannya, namun mereka bukan termasuk yang dapat memetik intisari hukum maupun pelajaran di dalamnya dan tidak pula mampu mengungkapkan kandungan hikmahnya.
Kedua: Orang-orang yang menolak secara lahir dan batin serta mengingkarinya. Golongan ini pun terbagi menjadi dua macam : 
1.      Kaum yang mengetahui kebenaran kitab Allah SWT serta meyakini keabsahannya, namun mereka takluk oleh kedengkian hati, kesombongan maupun ambisiusme kepemimpinan di hadapan kaum mereka sehingga semua itu membuat mereka menolak kitab suci Allah SWT. 
2.      Adapun yang lainnya adalah para pengikut jenis pertama kelompok ini. Mengagungkan atau mengkultuskan mereka dalam setiap ucapan, sikap dan keputusan. Menjadikan mereka sebagai panutan yang diikuti.
Ketiga: 
1.      Mereka yang telah mendapatkan pelita hidayah kemudian menjadi buta dan tersesat, telah berilmu kemudian menjadi gelap hati tanpa cahaya, telah beriman namun kemudian berpaling kafir mengingkari. Mereka itu adalah para pemuka kaum munafiqin. 
2.      Atau mereka yang memiliki pandangan lemah. Mereka menjauh dari mendengarkan al-Qur’an, kalaupun mereka mendengarnya, maka mereka menutup telinga seraya berkata “jauhkan kami dari ayat-ayat ini!”. Bahkan seandainya mereka mampu, niscaya mereka akan mengambil tindakan buruk bagi siapapun yang memperdengarkan al-Qur’an atau mengajarkannya kepada mereka. Nau`udzubillah min dzalik
Keempat: Kaum Mukminin yang menyembunyikan keimanan di hadapan kaum mereka seperti sebagian keluarga Fir`aun, atau seperti an-Najasyi yang dikabarkan bahwa Rasulullah SAW telah menyalatkan jenazahnya.
Perumpamaan berlaku umum, bukan Yahudi semata
Para Ulama menjelaskan bahwa ayat ini tidak hanya berlaku pada kaum Yahudi saja, akan tetapi juga mencakup siapapun yang mengabaikan ayat-ayat Allah, termasuk umat Muhammad yang mengabaikan ayat-ayat al-Qur’an. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan ayat di atas dengan berkata, “Allah SWT menggambarkan manusia yang telah ditugasi mengemban kitab suci-Nya untuk diyakini, dicermati, diamalkan dan didakwahkan, namun ternyata mereka menyelisihinya, mereka sekedar menghapalnya tanpa tadabbur (penghayatan), tidak mengikuti petunjuknya, tidak pula berhukum dengannya dan mengamalkannya, sungguh mereka itu ibarat keledai yang membawa kitab-kitab namun tidak memahami isi yang terdapat di dalamnya. Nasib mereka persis sama seperti nasib keledai. Perumpamaan ini sekalipun mengetengahkan contoh kaum Yahudi, akan tetapi maknanya mencakup siapapun yang mengemban kitab suci al-Qur’an, akan tetapi tidak mengamalkannya, tidak menunaikan kandungan al-Qur’an atau memperhatikannya sebagaimana mestinya”.
Setelah kita mengetahui semuanya, lantas apakah diantara kita yang yang masuk dalam perumpamaan seperti di atas (bagaikan keledai)? Nabi SAW telah menegaskan bahwa mengamalkan ilmu yang telah diketahui merupakan konsekuensi logis. Di hari Kiamat kelak, setiap hamba akan dimintai pertanggungjawaban dari ilmu yang telah ia miliki, apakah sudah diamalkan, atau bahkan mungkin diselewengkan. Nabi SAW bersabda:  “Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ditanya tentang umurnya, bagaimana ia menghabiskannya; tentang ilmunya; apa yang ia kerjakan dengannya; tentang hartanya, dari manakah dia mendapatkannya dan bagaimana ia membelanjakannya, serta tentang raganya; bagaimana ia mempergunakannya”. (HR. At-Tirmidzi)




Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Baris Iklan

BARIS IKLAN

BARIS IKLAN
Agen Tafsir Al Qur'an Al Ibriz Bahasa Jawa Tulisan Latin Semarang

Mengenai Saya

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Arsip Blog

 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi