ã@sVtB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏdJãm sp1uöqG9$# §NèO öNs9 $ydqè=ÏJøts È@sVyJx. Í$yJÅsø9$# ã@ÏJøts #I$xÿór& 4 }§ø©Î/ ã@sWtB ÏQöqs)ø9$# tûïÏ%©!$# (#qç/¤x. ÏM»t$t«Î/ «!$# 4 ª!$#ur w Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÎÈ
“Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah
seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS.
Al Jumu’ah : 5)
Kita
tahu bagaimana orang-orang Yahudi dengan keangkuhan dan kesombongan atas klaim
kecerdasan yang mereka miliki. Bagaimana pula kita tahu atas banyak
kerusakan-kerusakan dimuka bumi ini yang turut dilakukan oleh mereka. Dengan
ayat di atas kita menjadi faham bagaimana sikap buruk yang dimiliki oleh umat
Yahudi, dan Allah SWT telah menyebutkan ayat ini setelah memberitakan anugerah
besar yang diterima umat berupa diutusnya seorang Nabi akhir zaman di tengah
mereka dengan mengemban risalah terbaik sepanjang masa
Tidak
saja mengabaikan kandungan kitab suci, mereka juga mengotak-atik dan merubahnya
sesuai dengan hawa nafsu. Imam Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya, “Allah
SWT menyampaikan celaan bagi kaum Yahudi yang telah diberi Taurat untuk
diamalkan, namun mereka tidak menunaikannya. Perumpamaan mereka dalam hal itu
tak ubahnya seperti keledai yang membawa kitab-kitab, keledai tidak mengetahui
apa yang terdapat padanya sekalipun dia memikulnya. Demikian pula (kaum Yahudi)
dalam membawa kitab suci yang dikaruniakan kepada mereka, mereka hanya
menghafal teks-teksnya saja, tanpa memahami dan tidak pula mengamalkan
substansinya. Justru mereka menyelewengkannya, menyimpangkan serta merubahnya.
Dengan itu mereka menjadi lebih buruk daripada keledai. Karena keledai tidaklah
berakal,
sementara mereka memiliki akal namun tidak mempergunakannya....”.
Hidayah
akan sulit datang kepada mereka karena sifat kezhaliman sangat melekat pada
diri mereka. Karena itu, di akhir ayat, Allah SWT berfirman: “Dan Allah tiada memberikan hidayah bagi
kaum yang zhalim”. (QS. Al Maidah: 51)
Menurut
Ath-Thabari maksud dari ayat itu bahwa Allah SWT tidak akan membimbing dan
memberikan hidayah taufik kepada orang-orang yang menzhalimi diri mereka
sendiri dengan mengkufuri ayat-ayat Allah mereka dikarenakan sifat kezhaliman
dan pembangkangan masih menjadi karakter yang melekat pada mereka.
Perumpamaan yang sangat buruk
Seperti
telah dikemukakan di atas, Allah SWT menyerupakan bangsa Yahudi dengan keledai
yang termasuk jenis binatang yang bodoh dan tidak disukai manusia. Sudah tentu,
permisalan tersebut betul-betul mengandung celaan bagi bangsa Yahudi. Syaikh
al-`Utsaimin rahimahullah menegaskan, “Sesungguhnya
Allah SWT tidaklah menyerupakan manusia dengan jenis binatang melainkan dalam
konteks celaan dan hinaan. Sebagaimana firman ayat di atas yang menyebutkan
penyerupaan dengan keledai, dan ayat lain yang menyebutkan penyerupaan dengan
anjing.”
Begitu
pula, Rasulullah SAW menggunakan binatang sebagai perumpamaan untuk maksud yang
sama (cercaan), seperti sabda beliau berikut ini: “Seorang yang menarik kembali (hadiah) pemberiannya, maka dia tak
ubahnya seperti seekor anjing yang muntah kemudian menelan kembali muntahannya
itu.” (HR. Bukhari Muslim)
Berbagai sikap manusia terhadap ayat-ayat Allah SWT
Setelah
menjelaskan kandungan makna ayat di atas, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjabarkan
ragam sikap dan reaksi manusia dalam berinteraksi dengan ayat-ayat Allah SWT sebagai
petunjuk:
Pertama:
yang menerimanya secara lahir dan batin. Mereka ada dua macam:
1.
Orang-orang yang berilmu dan mengajarkan
ilmunya. Mereka itulah para ulama yang memahami dengan baik dan benar tentang
maksud-maksud ayat-ayat Allah SWT, selanjutnya mereka dapat memetik intisari
pelajaran serta rahasia hikmah yang terkandung di dalamnya.
2.
Orang-orang yang menjaga kitab SWT, mengingat
serta menyampaikannya, namun mereka bukan termasuk yang dapat memetik intisari
hukum maupun pelajaran di dalamnya dan tidak pula mampu mengungkapkan kandungan
hikmahnya.
Kedua:
Orang-orang yang menolak secara lahir dan batin serta mengingkarinya. Golongan
ini pun terbagi menjadi dua macam :
1.
Kaum yang mengetahui kebenaran kitab Allah
SWT serta meyakini keabsahannya, namun mereka takluk oleh kedengkian hati,
kesombongan maupun ambisiusme kepemimpinan di hadapan kaum mereka sehingga
semua itu membuat mereka menolak kitab suci Allah SWT.
2.
Adapun yang lainnya adalah para pengikut
jenis pertama kelompok ini. Mengagungkan atau mengkultuskan mereka dalam setiap
ucapan, sikap dan keputusan. Menjadikan mereka sebagai panutan yang diikuti.
Ketiga:
1.
Mereka yang telah mendapatkan pelita hidayah
kemudian menjadi buta dan tersesat, telah berilmu kemudian menjadi gelap hati
tanpa cahaya, telah beriman namun kemudian berpaling kafir mengingkari. Mereka
itu adalah para pemuka kaum munafiqin.
2.
Atau mereka yang memiliki pandangan lemah.
Mereka menjauh dari mendengarkan al-Qur’an, kalaupun mereka mendengarnya, maka
mereka menutup telinga seraya berkata “jauhkan kami dari ayat-ayat ini!”.
Bahkan seandainya mereka mampu, niscaya mereka akan mengambil tindakan buruk
bagi siapapun yang memperdengarkan al-Qur’an atau mengajarkannya kepada mereka.
Nau`udzubillah min dzalik
Keempat:
Kaum Mukminin yang menyembunyikan keimanan di hadapan kaum mereka seperti
sebagian keluarga Fir`aun, atau seperti an-Najasyi yang dikabarkan bahwa Rasulullah
SAW telah menyalatkan jenazahnya.
Perumpamaan berlaku umum, bukan Yahudi semata
Para
Ulama menjelaskan bahwa ayat ini tidak hanya berlaku pada kaum Yahudi saja,
akan tetapi juga mencakup siapapun yang mengabaikan ayat-ayat Allah, termasuk
umat Muhammad yang mengabaikan ayat-ayat al-Qur’an. Imam Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah menjelaskan ayat di atas dengan berkata, “Allah SWT menggambarkan manusia yang telah ditugasi mengemban kitab
suci-Nya untuk diyakini, dicermati, diamalkan dan didakwahkan, namun ternyata
mereka menyelisihinya, mereka sekedar menghapalnya tanpa tadabbur
(penghayatan), tidak mengikuti petunjuknya, tidak pula berhukum dengannya dan
mengamalkannya, sungguh mereka itu ibarat keledai yang membawa kitab-kitab
namun tidak memahami isi yang terdapat di dalamnya. Nasib mereka persis sama
seperti nasib keledai. Perumpamaan ini sekalipun mengetengahkan contoh kaum
Yahudi, akan tetapi maknanya mencakup siapapun yang mengemban kitab suci
al-Qur’an, akan tetapi tidak mengamalkannya, tidak menunaikan kandungan
al-Qur’an atau memperhatikannya sebagaimana mestinya”.
Setelah
kita mengetahui semuanya, lantas apakah diantara kita yang yang masuk dalam
perumpamaan seperti di atas (bagaikan keledai)? Nabi SAW telah menegaskan bahwa
mengamalkan ilmu yang telah diketahui merupakan konsekuensi logis. Di hari
Kiamat kelak, setiap hamba akan dimintai pertanggungjawaban dari ilmu yang
telah ia miliki, apakah sudah diamalkan, atau bahkan mungkin diselewengkan.
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah
bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ditanya tentang
umurnya, bagaimana ia menghabiskannya; tentang ilmunya; apa yang ia kerjakan
dengannya; tentang hartanya, dari manakah dia mendapatkannya dan bagaimana ia
membelanjakannya, serta tentang raganya; bagaimana ia mempergunakannya”. (HR.
At-Tirmidzi)
0 komentar:
Posting Komentar