Home » » Gratifikasi Dalam Islam

Gratifikasi Dalam Islam

Written By el_mlipaki on Jumat, 29 November 2013 | 15.10


Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah gratifikasi yang disematkan kepada pejabat/ pegawai pemerintahan yang menerima suap berupa uang ataupun jasa layanan seksual. Misalnya pemberian barang berupa bingkisan, bahkan kendaraan, dan yang terbaru adalah perempuan untuk menemani karaoke ataupun layanan seksual yang semua itu bertujuan untuk memuluskan transaksi atau tindakan yang sebenarnya tidak diperbolehkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia/ KBBI, Gratifikasi diartikan pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1), Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi : Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Adapun dalam bahasa arab, suap atau sogok dikenal dengan riswah, yang diartikan sebagai 
“Apa-apa yang diberikan agar ditunaikan kepentingannya atau apa-apa yang diberikan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar “. Dan dalam syariat islam, perkara suap-menyuap ini ini sangat ditentang dan diancam dengan ancaman yang mengerikan, Rasulullah SAW , beliau bersabda :“Allah melaknat orang yang memberi suap, dan yang menerima suap” (HR. Ahmad)
Maka hadits ini bagi orang-orang beriman akan membuat mereka akan menjauhi perbuatan ini, dan ditambah lagi para ulama mengatakan bahwa hadits-hadits yang semisal seperti ini, yaitu lafadz “Allah melaknat” menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah termasuk kategori dosa besar yang tidak akan diampuni kecuali dia bertaubat, adapun ketika dia mati dalam keadaan belum bertaubat maka di bawah kehendak Allah apakah akan mengadzabnya atau tidak.
Akan tetapi manusia pengejar dunia akan selalu mendengar bisikan setan dan hawa nafsunya, mereka akan mencari seribu satu cara pembenaran agar seakan-akan perbuatan mereka itu dapat dibenarkan. Begitu juga dengan riswah ini, mereka mempunyai seribu satu alasan untuk membenarkan pemberian kepada mereka, diantara alasan mereka yang paling sering dinukil adalah :
·         Ini adalah uang lelah, uang tips atau hadiah
·         Tidak ada pihak yang dirugikan, semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai aturan .
·         Kami hanya diberi, kami tidak pernah meminta.
Maka pemberian inilah yang sekarang dikenal dengan istilah Gratifikasi , yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 
Pemberian Kepada Pegawai Dalam Syari’at Islam
Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim : Abu Humaidi Assa’idy berkata, “Rasulullah SAW mengangkat seorang pegawai untuk menerima sedekah/zakat kemudian sesudah selesai, ia datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang padaku.” Maka Nabi SAW bersabda kepadanya, “Mengapakah engaku tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu, apakah di beri hadiah atau tidak (oleh orang)?” Kemudian sesudah shalat, Nabi SAW berdiri, setelah tasyahud dan memuji Allah selayaknya, lalu bersabda. “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, “Ini hasil untuk kamu dan ini aku berikan hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk menunggu apakah ia diberi hadiah atau tidak?. Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya. Jika berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan.” Abu Humaidi berkata, “ kemudian Nabi SAW mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.”
Ulama Berkata
Imam Nawawi membuat bab dalam Shohih Muslim : “Bab haramnya hadiah untuk pegawai”. Maka sungguh benar Rasulullah SAW, seandainya saja kira-kira kita duduk di rumah apakah akan ada yang datang orang yang tidak dikenal memberi kita hadiah ? seandainya kita tidak di posisi sedang memegang urusan atau proyek apakah kita akan diberi hadiah? apakah apabila kita tidak sedang berada di loket-loket pelayanan masyarakat kita akan diberi hadiah sementara pegawai lain, pegawai biasa yang tidak memegang urusan tidak diberi hadiah ?
Dan sebagai tambahan untuk penguat hati-hati yang masih ragu, sebuah hadits Rasulullah SAW tentang hadiah bagi para pegawai, beliau SAW bersabda : “Hadiah untuk pegawai adalah khianat” (HR. Ahmad)
Kesimpulan

            Dengan keterangan di atas maka bentuk pemberian diluar gaji baik itu berupa uang, kemudahan, dan sejenisnya, bahkan sekarang yang terbaru dengan istilah gratifikasi seksual (sogokan dengan jasa PSK) maka dihukumi haram. Hal tersebut bukan hanya diperuntukan bagi pegawai negara saja melainkan juga semua bagi pegawai swasta.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Baris Iklan

BARIS IKLAN

BARIS IKLAN
Agen Tafsir Al Qur'an Al Ibriz Bahasa Jawa Tulisan Latin Semarang

Mengenai Saya

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Arsip Blog

 
Support : Alfin | Alfin El-Mlipaki | Sciena Madani
Copyright © 2013. el_mlipaki - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Sciena Madani
Proudly powered by Wonder Ummi