Dunia
kedokteran modern menggelarinya sebagai ahli fisiologi terhebat di era keemasan
Islam pada abad ke-13 M. Dialah dokter pertama di muka bumi yang mampu
merumuskan dasar-dasar sirkulasi lewat temuannya tentang sirkulasi dalam
paru-paru, sirkulasi jantung, dan kapiler. Sebuah pencapaian yang prestisius
dan luar biasa itu ditorehkan seorang dokter Muslim bernama Ibnu Al-Nafis.
Berkat jasanya yang sangat bernilai itulah, Ibnu Al-Nafis dianugerahi gelar
sebagai ‘Bapak Fisiologi Sirkulasi’. Prestasi dan pencapaian gemilang yang
ditorehkannya pada abad ke-13 M itu telah mematahkan klaim Barat yang selama
beberapa abad menyatakan bahwa Sir William Harvey dari Kent, Inggris yang hidup
di abad ke-16 M, sebagai pencetus teori sirkulasi paru-paru.
Jejak
prestasi yang ditorehkan Al-Nafsi dalam bidang kedokteran khususnya ilmu
fisologi pada era kejayaan Islam itu baru terungkap pada abad ke-20. Dunia
kedokteran pun dibuat terperangah dan takjub oleh pencapaian dokter Muslim itu.
Adalah fisikawan berkebangsaan Mesir, Muhyo Al- Deen Altawi yang berhasil
menguak kiprah Al-Nafsi lewat risalah berjudul Commentary on the Anatomy of
Canon of Avicenna yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Prussia, Berlin,
Jerman.
Kontribusi
Al-Nafis dalam dunia kedokteran tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga dikenal
sebagai dokter yang menyokong kedokteran ekperimental, postmortem otopsi, serta
bedah manusia. Sejarah juga mencatat Al-Nafis sebagai dokter pertama yang
menjelaskan konsep metabolisme. Tak heran bila dia lalu mengembangkan aliran
kedokteran Nafsian tentang sistem anatomi, fisiologi, psikologi, dan pulsologi.
Aliran
Nafsian yang diciptakannya itu bertujuan untuk menggantikan doktrin-doktrin
kedokteran yang dicetuskan pendahulunya yakni Ibnu Sina alias Avicena dan Galen
(seorang dokter Yunani). Al- Nafis menilai banyak teori yang dikemukakan kedua
dokter termasyhur itu keliru. Antara lain tentang denyut, tulang, otot, panca
indera, perut, terusan empedu, dan anatomi tubuh lainnya.
Guna
meluruskan teori dan doktrin kedokteran yang dianggapnya keliru itu, Al- Nafsi
lalu menggambar diagram yang melukiskan bagian-bagian tubuh yang berbeda dalam
sistem fisiologi yang dikembangkannya. Karya Al-Nafis dalam bidang kedokteran
dituliskannya dalam kitab Sharh al-Adwiya al-Murakkaba, komentar Al-Nafis
terhadap kitab karya Ibnu Sina yang berjudul Canon of Medicine. Ia juga menulis
kitab Com mentary on Anatomy in Avicenna’s Canon pada tahun 1242 M.
Jalan keilmuan
Lalu
bagaimana sebenarnya jejak hidup sang dokter kondang itu? Sejatinya, Al- Nafis
memiliki nama lengkap Ala al-Din Abu al-Hassan Ali ibn Abi-Hazm Al-Qarshi
Al-Dimashqi. Selain dikenal sebagai dokter, Al-Nafis juga merupakan pakar
anatomi, fisiologi, bedah, ophtamologi, penghafal Alquran, ahli hadits, ahli
hukum, novelis, sosiolog, sastrawan, astronomi, ahli bahasa, dan sejawaran.
Al-Nafis
terlahir pada tahun 1213 M di Damaskus, Suriah. Ia menempuh pendidikan
kedokteran di Rumah Sakit Al- Nuri Damaskus. Ia menguasai beragam ilmu
pengetahuan, karena semasa remaja dan muda menimba banyak ilmu. Ketika berusia
23 tahun, Al-Nafis memutuskan hijrah ke Kairo, Mesir. Ia memulai karirnya
sebagai seorang dokter di Rumah Sakit Al-Nassri dan Rumah sakit Al- Man souri.
Di rumah sakit itulah, dia men jadi dokter kepala.
Setelah
enam tahun mengabdikan diri dua rumah sakit di kota Kairo itu, pada 1242 M,
Al-Nafis mempublikasikan karyanya yang berjudul The Commentary on Anatomy in
Avicenna’s Canon. Dalam kitab itulah, ia berhasil mengungkapkan penemuannya
dalam anatomi manusia. Pe ne muannya yang paling penting adalah mengenai
sirkulasi paru-paru dan jantung.
Menginjak
usia 31 tahun, Al-Nafis kembali menyelesaikan karyanya yang lain yang berjudul
The Comprehensive Book on Medicine. Kitab itu sudah dipublikasikan dalam 43
volume pada tahun 1243 M – 1444 M. Selama lebih dari satu dasawarsa berikutnya,
Al-Nafis berhasil menyelesaikan karyanya di bidang kedokteran hampir 300
volume. Namun, dia hanya mempublikasikan 80 volume.
Sejarah
mencatat The Comprehensive Book on Medicine merupakan ensiklopedia kedokteran
terbesar di zamannya. Pencapaian luar biasa yang ditorehkan Al-Nafis ketika itu
dihasilkan dalam situasi politik yang tak menentu. Pasalnya, ketika itu umat
Islam di Mesir tengah menghadapi ancaman Perang Salib dan invasi bangsa Mongol.
Setelah
Hulagu Khan bersama pasukan bar-barnya meluluh-lantakan kota metropolis
intelektual dunia, Baghdad pada tahun 1258, setahun kemudian tentara Mongol men
caplok Suriah. Untunglah, keberingasan Mongol tak sampai ke Mesir. Pada tahun
1960, kekusaan Mongol dari Suriah berhasil diusir Sultan Mesir, Baibars,
setelah memenangkan pertempuaran Ain Jalut. Sejak tahun 1260 M hingga tahun
1277 M, Ibnu Nafis mengabdikan diri menjadi dokter pribadi Sultan Baibars.
Sebagai
seorang penghafal Alquran dan ahli hadits, Al-Nafis memiliki latar belakang
keagamaan yang begitu kuat. Alnafis merupakan seorang sarjana di Sekolah Fikih
Syafi’i. Selain mengabdikan diri sebagai dokter, Al-Nafis pun mengajarkan
Alquran dan Hadists. Sang ilmuwan besar itu tutup usia pada 17 Desember 1288
atau 11 Dzulqaidah 687 H. Di akhir hayatnya, Al-Nafis menyumbangkan rumah,
perpustakaan dan klinik yang dimilikinya kepada Rumah Sakit Masuriyah agar
digunakan bagi kepentingan masyarakat.
Al-Nafis tentang Sirkulasi Paru-paru dan Jantung
Inilah
pencapaian yang berhasil dicapai Ibnu Al-Nafis dalam bidang fisiologi yang
mengguncangkan itu. Pada abad ke-13 M, dia telah mengungkapkan penemuan
pentingnya. Dalam kitab yang ditulisnya, Al-Nafis berujar, “Darah dari kamar kanan jantung harus menuju bagian kiri jantung, namun
tak ada bagian apapun yang menjem batani kedua bilik itu. Sekat tipis pada
jantung tidak berlubang.”
Al-Nafis
pun menambahkan, “Dan bukan seperti apa
yang dipikirkan Galen, tak ada poripori tersembunyi di dalam jantung. Darah
dari bilik kanan harus melewati vena arteriosa (arteri paru-paru) menuju
paru-paru, menyebar, berbaur dengan udara, lalu menuju arteria venosa (vena
paru-paru) dan menuju bilik kiri jantung dan bentuk ini merupakan spirit
vital.’‘
Selain
itu, Al-Nafis secara tegas m nga takan, ‘’Jantung
hanya memiliki dua kamar. Dan antara dua bagian itu sungguh tidak saling
terbuka. Dan, pembedahan juga membuktikan kebohongan yang mereka ungkapkan.
Sekat antara dua bilik jantung lebih tipis dari apapun. Keuntungan yang didapat
dengan adanya sekat ini adalah, darah pada bilik kanan dengan mudah menuju
paru-paru, bercampur dengan udara di dalam paru-paru, kemudian didorong menuju
ar te ria venosa ke bilik kiri dari dua bilik jantung…”
Mengenai
anatomi paruparu, Ibnu Al-Nafis menulis: “Paru-paru
terdiri dari banyak bagian, pertama adalah bronkus, kedua adalah cabangcabang
arteria venosa, dan ketiga adalah cabang-cabang vena arteriosa. Keti ganya
terhubung oleh jaringan daging yang berongga”.
George
Sarton, bapak sejarah Sains mengakui bahwa penemuan sirkulasi paru-paru yang
dicapai Ibnu Al-Nafis sangat penting artinya bagi dunia kedokteran. “Jika kebenaran teori Ibnu Al-Nafis
terbukti, maka dia harus diakui sebagai salah seorang dokter yang telah memberi
pengaruh terhadap William Harvey. Ibnu Al-Nafis adalah seorang ahli fisiologi
terhebat di abad pertengahan,” ungkap Sarton tanpa tedeng aling-aling.
0 komentar:
Posting Komentar